Rabu 12 Aug 2015 06:44 WIB

Omzet Turun, Nombok Pakai Gaji Suami

Rep: C34/ Red: Julkifli Marbun
Sayuran dan ikan (Ilustrasi)
Foto: Health
Sayuran dan ikan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Sejak Subuh, Siti Maesaroh telah berangkat dari rumahnya di Kebon Pedes, Tanah Sareal, menuju Pasar Anyar, Kota Bogor, untuk berjualan.

Ditemani asistennya, Muhammad Ori, Maesaroh membuka warung masakan Sunda yang menyajikan berbagai menu makanan berbahan sayur dan daging.

"Datang langsung belanja dan masak, kira-kira jam enam sudah pada matang," ujar perempuan 34 tahun asal Bogor itu, Selasa (11/8).

Selama ini, penghasilan Maesaroh cukup menjanjikan. Omzet kotor sebesar Rp 500 ribu per harinya bisa ia kumpulkan.

Semuanya berubah sejak harga sayur-mayur dan daging di pasar makin melonjak. Sejak beberapa bulan belakangan, omzetnya menurun drastis.

"Pengaruh banget, sekarang paling banter hanya Rp 250 ribu sehari," keluh pemilik warung nasi Sunda Pribumi itu.

Maesaroh kewalahan membagi pendapatan untuk menutupi biaya produksi dan belanja. Apalagi, ia harus membayar sewa tempat dan gaji karyawan.

Per bulannya, Maesaroh membayar sewa sebesar Rp 3 juta. Angka tersebut biasanya mudah saja ia bayar sebelum seluruh harga komoditas melonjak.

Namun, lain yang terjadi kini. Maesaroh merasa kesulitan betul sejak sebulan sebelum dan sesudah bulan Ramadhan.

Untuk menutupi biaya, Maesaroh terpaksa meminta uang dari suaminya untuk menalangi bisnis kulinernya yang tengah surut.

"Pas bulan puasa malah banyak untungnya, bulan berkah untuk semua. Yang susah sebulan sesudah dan sebelum," tuturnya.

Sampai saat ini, Maesaroh tidak mengurangi porsi atau menaikkan harga makanan yang ia jual. Kisaran harga tetap seperti sebelumnya.

Keputusan itu diambil agar pembeli tetap makan di warungnya. Apalagi, ujarnya, pembeli yang berada di pasar kerap menuntut porsi besar dengan harga murah.

"Kalau saya mahalin dikit, yang ada pelanggan pada kabur," katanya.

Ia terpaksa mengakali kondisi itu dengan beberapa cara. Misalnya, saat ada yang memesan menu lalapan, ia baru pergi ke langganannya untuk membeli sayur yang dibutuhkan, seperti mentimun dan kol.

Jika tidak demikian, Maesaroh khawatir sayur yang ia stok semakin tidak segar dan membusuk. Apalagi, hampir semua harga komoditas melonjak hingga dua kali lipat.

Kondisi mogok kerja para penjual daging sapi yang menambah turunnya omzet. Sejak Minggu (9/8), ia terpaksa tak berjualan masakan berbahan daging.

"Sementara tidak jualan empal dan rendang. Mau beli di mana, tidak ada yang jual," ujarnya.

Keluhan serupa juga disampaikan pengelola warung masakan Padang di Kota Bogor. Melonjaknya harga sayur dan daging menjadi faktor utama menurunnya omzet.

Hal tersebut disampaikan Oma Sumantri, dari Rumah Makan Padang Minang Raya Air Mancur. Oma berujar, kentungan menipis akibat kondisi itu.

Ia mengaku tidak bisa menaikkan harga, juga tak bisa mengurangi porsi. Maka, penurunan omzet menjadi konsekuensi logis.

"Turun sekitar 20 persen," ungkapnya.

Dalam sehari, rumah makan tersebut selalu mendapat kiriman sayur dari supplier. Untuk item daun singkong sebagai pelengkap menu, jumlah yang didapatkan dengan budget harian Rp 40 ribu kini berkurang drastis hampir setengahnya.

Kacang panjang, juga mengalami kenaikan harga, dari Rp 16 ribu menjadi Rp 26 ribu. Sama halnya dengan cabai, yang dibeli 20 kilogram per dua hari.

Terkait daging, rumah makan tersebut memang tidak terimbas. Sebab, meski seluruh penjual daging mogok, mereka tetap mendapatkan pasokan dari Ciawi.

"Kami tidak tahu mereka ambil daging dari mana, yang jelas tetap dikirim 30 kg per dua hari," ujar Oma.

Padahal, seluruh penjual daging sapi di pasar tradisional Kota dan Kabupaten Bogor mogok berjualan. Aksi itu dibarengi dengan absennya kegiatan di Rumah Potong Hewan (RPH) se-Jabodetabek.

Wakil Wali Kota Bogor Usmar Hariman, sementara itu, mengaku akan segera melakukan tindakan untuk menanggulangi masalah tersebut. Pemkot Bogor tengah menyiapkan operasi pasar untuk mengatasi kenaikan harga.

"Kami akan tinjau terlebih dahulu ke sejumlah pasar dan menyelidiki penyebab kenaikan harga," ungkap Usmar Hariman di Balai Kota Bogor, Selasa (11/8).

Ia menyebutkan telah mendapat laporan terkini tentang kenaikan harga. Menurutnya, operasi pasar menjadi jalan keluar terbaik untuk permasalahan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement