Rabu 05 Aug 2015 14:59 WIB

Hidupkan Kembali Pasal Penghinaan, Jokowi Takut Dikritik

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Esthi Maharani
Presiden Jokowi.
Foto: Antara
Presiden Jokowi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo dianggap tidak siap kritik menyusul rencananya memasukkan kembali pasal penghinaan Presiden dalam rancangan KUHP. Padahal, pasal tersebut telah dicabut pada rezim pemerintahan Presiden SBY sehingga cukup aneh jika harus dihidupkan kembali.

“Yang khawatir terhadap pasal itu adalah mereka yang tidak siap kritikan. Dengan kata lain Presiden kita ini takut dikritik,” ujar politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN), Saleh Daulay kepada ROL, Rabu (5/8).

Penghidupan kembali pasal penghinaan Presiden sebagai hal yang kurang tepat khususnya di tengah-tengah kebebasan berpendapat dan kehidupan berdemokrasi.

“Sebaiknya pasal penghinaan itu tidak perlu ada,” ujarnya.

Menurutnya jika memang Presiden Jokowi terganggu dengan penghinaan (menjurus ke arah fitnah) yang ditujukan padanya, beliau bisa menyelesaikannya dengan cara lain.

“Misalnya dengan menuntut pertanggungjawaban pelaku di depan aparat kepolisian,” kata dia.

Sebaliknya, seandainya kritik tersebut pedas namun benar, Presiden harus legowo dan berusaha memperbaikinya. Fungsi kritik di sini bukanlah sebagai penghinaan, melainkan sebagai pengingat agar pemimpin negara ini menjadi lebih baik.

Wacana ini, kata Saleh, dapat menutup kesempatan masyarakat bersikap kritis. Ia khawatir hal ini akan dimanfaatkan untuk membungkam publik terhadap kinerja pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement