Kamis 30 Jul 2015 23:35 WIB

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual Anak

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Seorang anak mengikuti aksi menentang kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Seorang anak mengikuti aksi menentang kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Anak menilai Indonesia saat ini mengalami kondisi darurat kekerasan seksual pada anak. Executive Koordinator Satgas Perlindungan Anak Ilma Sovriyanti Indonesia mengatakan negara ini patut disebut darurat kekerasan seksual pada anak.

“Karena Indonesia memiliki tumpukan kasus yang menggunung terkait persoalan anak di Indonesia,” ujarnya, di Jakarta, Kamis (30/7).

Padahal, dia melanjutkan, mana ada negara yang membiarkan bertumpuknya kasus yang menjadikan anak sebagai korban. Menurut catatan pihaknya, selama tahun 2013, kata dia, ada 3.339 kasus anak.

Disatu sisi ia membandingkan dengan Korea Selatan (Korsel) yang baru memiliki 300 kasus anak sudah kebakaran jenggot. Mereka langsung mendirikan sistem-sistem perlindungan anak. Mulai dari taman ramah anak hingga sekolah ramah anak.

“Sedangkan di Indonesia mana? ini menunjukkan bobroknya sistem perlindungan untuk anak,” katanya. Selain itu, ia mempertanyakan Indonesia yang telah memiliki undang-undang (UU) perlindungan anak yang diterbitkan tahun 2002 lalu. Bahkan, Indonesia telah memiliki lembaga yang khusus melindungi anak.

“Tetapi faktanya kasus anak semakin meningkat setiap tahun,” ujarnya. Berdasarkan data KPAI, jumlah kekerasan anak tahun 2010 sebanyak 171 kasus, 2011 sebanyak 2.178 kasus.

Kemudian 2012 sebanyak 3.512 kasus, tahun 2013 sebesar 4.311 kasus. Tahun 2014 sebanyak 5.066 kasus. Terakhir, ada 6.006 kasus anak mulai awal tahun 2015 hingga saat ini. Tak hanya itu, belum tentu 83.588.800 populasi anak Indonesia bebas dari masalah meski telah dipenuhi kebutuhan secara materi oleh orang tuanya.

Menurutnya, negara harus berperan menjaga. Karena anak adalah amanat, baik secara agama, UU hingga hukum positif. “Anak adalah aset bangsa,” katanya.

Disatu sisi, pihaknya berjanji akan terus berupaya semaksimal mungkin menangani kasus anak. Tercatat mulai awal tahun 2015 hingga saat ini ada 52 kasus anak yang tuntas diselesaikan pihaknya. Namun, untuk menyelesaikan secara komprehensif, dibutuhkan jaringan yang luas. Diantaranya pihaknya bekerja sama dengan KPAI dan Kementerian Sosial (Kemensos).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement