REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Bali akhirnya mendeklarasikan diri sebagai provinsi yang berkomitmen dalam perlindungan anak dan pemenuhan hak-hak anak. Bali menjadi provinsi ketiga yang melakukan deklarasi setelah Jakarta dan Yogyakarta.
"Komitmen layak anak harus ditindaklanjuti melalui program pembangunan yang berpihak pada anak," kata Wakil Gubernur Bali, Ketut Sudikerta, Rabu (29/7).
Langkah lanjutan yang harus dilakukan, kata Sudikerta adalah membentuk satuan petugas (satgas) perlindungan anak dan rencana aksi lanjut tentang perlindungan anak. Sudikerta mengimbau seluruh pihak untuk peka terhadap perkembangan anak di lingkungan masing-masing.
Anak merupakan amanah Tuhan yang harus dijaga, dirawat dan dipenuhi hak-haknya. Secara alamiah, kata Sudikerta, anak memiliki fisik dan mental yang lebih lemah dibandingkan orang dewasa. Oleh sebabnya, anak membutuhkan perlindungan.
Keberadaan anak-anak sudah sepantasnya mendapat perhatian serius mengingat jumlahnya cukup besar. Sekitar 30 persen populasi penduduk Indonesia merupakan kelompok anak-anak. Khusus untuk Bali, jumlah anak-anak kita saat ini mencapai 1,2 juta jiwa.
Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Provinsi Bali Luh Putu Praharsini menambahkan deklarasi ini merupakan penyampaian sebuah tekad bahwa Bali akan melaksanakan langkah nyata dalam perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak melalui program pembangunan.
Deklarasi ini akan ditindaklanjuti dengan langkah-langkah seperti pembentukan gugus, penyempurnaan database anak dan penyusunan rencana aksi.
"Deklarasi ini baru pembuka," ujarnya.
Forum Anak Daerah Bali juga menyampaikan tujuh poin penting yang menjadi aspirasi mereka. Pertama, pemerintah, masyarakat dan orang tua agar mengawasi pergaulan anak supaya mereka terhindar dari aksi kekerasan. Kedua, pemerintah, masyarakat dan orang tua aktif dalam perlindungan anak untuk meminimalisir aksi kejahatan terhadap anak.
Ketiga, menuntut pengawasan ketat terhadap peredaran makanan yang kurang layak bagi anak. Keempat, optimalisasi sarana dan prasarana pendidikan. Kelima, kontrol pemanfaatan gadget pada anak.
Keenam, instansi terkait memberi sanksi tegas bagi mereka yang melibatkan anak-anak dalam kegiatan yang tak layak. Ketujuh, mendukung program pemerintah yang berpihak pada perlindungan anak.