REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bupati Pulau Morotai Rusli Sibua segera menjalani sidang dakwaan. Berkas penyidikan dugaan korupsi pemberian hadiah terkait pengurusan perkara sengketa pilkada Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara di Mahkamah Konstitusi tahun 2011, sudah rampung.
"Pukul 15.00 WIB, Senin (27/7), dilakukan penyerahan tersangka maupun bukti kasus korupsi sengketa pilkada Morotai," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Senin (27/7).
Jaksa KPK punya waktu 14 hari kerja untuk menyusun surat dakwaan dari berkas penyidikan tersebut. "Ini kan pengembangan juga dari fakta persidangan dari perkara Akil," ungkap Priharsa.
Pada Senin sidang praperadilan Rusli di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ditunda oleh hakim tunggal Martin Ponto Bidara karena KPK mengirimkan surat kepada hakim berupa pemberitahuan meminta perpanjangan waktu dua pekan. Waktu penundaan diajukan untuk persiapan administrasi dan saksi-saksi.
Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 82 ayat (1) huruf d, permohonan praperadilan yang diajukan Rusli otomatis gugur bila pengadilan pokok perkara dimulai. Bunyi pasal tersebut adalah "Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur".
"Ketidakhadiran KPK karena kami baru terima surat panggilan 14-15 Juli sehingga belum cukup waktu untuk menyusun jawaban," tambah Priharsa.
Rusli Sibua sudah ditahan KPK di rumah tahanan kelas I Jakarta Timur cabang KPK yang berada di Detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur sejak 8 Juli 2015 lalu setelah sebelumnya dijemput paksa oleh penyidik KPK pada hari yang sama. KPK mengenakan sangkaan pasal 6 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 juncto 55 ayat 1 ke-1 KUHP kepada Rusli.
Pasal tersebut mengatur tentang perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan. Ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp750 juta.
Dalam putusan kasasi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, disebutkan bahwa Akil menerima Rp2,99 miliar dari Rusli Sibua.