REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut terdakwa kasus dugaan suap pembahasan APBN-P tahun 2013 untuk Kementerian ESDM, Sutan Bhatoegana dengan pidana penjara selama 11 tahun. Sutan dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara Selama 11 tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan," kata JPU KPK Dodi Sukmono saat membacakan tuntutannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/7).
Penuntut umum juga meminta agar majelis hakim mencabut hak memilih dan dipilih terdakwa selama tiga tahun. Mantan ketua Komisi VII DPR itu dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pertimbangan penuntut umum, politikus Partai Demokrat ini dinilai membuat citra DPR semakin terpuruk karena kapasitasnya sebagai ketua Komisi di DPR. Sebagai pejabat publik, dia juga dianggap tidak memberikan contoh yang baik terhadap masyarakat. Dia juga dinilai tak mendukung pemerintah dalam upaya memberantas korupsi.
Sementara pertimbangan meringankan yakni belum pernah dihukum. Politikus dengan gaya 'ngeri-ngeri sedap' ini juga dinilai masih memiliki tanggungan keluarga.
Dalam dakwaannya, Sutan dinyatakan menerima uang ratusan ribu dolar Amerika dari mantan Sekjen ESDM Waryono Karno. Pemberian itu dimaksudkan untuk memuluskan pembahasan APBN-P tahun 2013 untuk Kementerian ESDM.
Sutan didakwa menerima sejumlah hadiah atau gratifikasi berupa mobil, uang hingga rumah mewah. Dalam dakwaan kedua primer, politikus Partai Demokrat itu disebut menerima hadiah berupa mobil Toyota Alphard dari Direktur PT Dara Trasindo Eltra, Yan Achmad Suep. Pemberian mobil tersebut dilakukan pada bulan November 2011. Mobil itu kemudian diatasnamakan Sutan.
Sutan juga didakwa menerima uang tunai sejumlah Rp 50 juta dari Jero Wacik yang saat itu menjabat sebagai Menteri ESDM yang merupakan mitra kerja Komisi VII. Selanjutnya, Sutan didakwa menerima uang sejumlah 200 ribu dolar Amerika dari mantan kepala SKK Migas Rudi Rubiandini yang juga mitra Komisi VII DPR.
Di dakwaan JPU yang terakhir, Sutan disebut menerima rumah mewah dari Komisaris PT SAM Mitra Mandiri, Saleh Abdul Malik. Sementara pembayaran atas tanah dan bangunan di Jalan Kenanga Raya Nomor 87 Tanjungsari Kota Medan itu dilakukan Saleh pada 27 Juli 2012. Proses pembayaran rumah mewah itu lunas pada September 2013 dengan total senilai Rp 2,4 miliar.
"Semua itu untuk kepentingan diri terdakwa (Sutan) padahal terdakwa adalah penyelenggara negara yang masih menjabat sebagai Ketua Komisi VII DPR masa jabatan 2012-2014," ujar jaksa dalam dakwaan.