REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Indonesia Port Watch (IPW), Syaiful Hasan mengungkapkan data-data terkait pembelian alat bongkar muat kualitas rendah oleh Dirut Pelindo II RJ Lino untuk beberapa pelabuhan di Tanjung Priok, Palembang, Pontianak, Jambi, Teluk Bayur dan Pangkal Balam. Proyek yang sempat disorot KPK tersebut bernilai di atas Rp 1 triliun.
Syaiful menyayangkan alat-alat tersebut saat ini under utility. Beberapa sama sekali bahkan tidak digunakan. "Padahal, pembeliat alat-alat bongkar muat tersebut harusnya untuk meningkatkan produktivitas pelabuhan. Sekarang malah banyak menganggur," kata Syaiful di Jakarta, kemarin.
Menurut Presiden IPW tersebut, alat-alat dibeli dari manufaktur lokal Cina dengan harga yang sangat mahal. Sebanyak 14 Gantry Luffing Cranenya dibeli dari Qingdao Haixi Heavy-Duty Machinery (HHMC) dengan harga lebih Rp 300 miliar, 10 Gantry Jib Crane dibeli dari Hunan Machinery Nanjing Engineering (HMNE) seharga lebih Rp 200 miliar, dan 11 RMGC dari pabrikan Hua Dong Heavy Machinery (HDHM) senilai lebih Rp 200 miliar. "Padahal pabrikan yang sering dipakai untuk standar pelayanan pelabuhan yakni ZPMC di JICT atau KONE di Teluk Lamong,“ ungkap Syaiful.
Dia menyatakan, ihwal pembelian alat tersebut tidak dilakukan kajian kebutuhannya sehingga potensi kerugian baik oleh Pelindo II maupun pemilik barang sangat besar. “Dari sisi Pelindo II jelas pembelian alat ini sama sekali tidak efisien. Akibatnya Lino terapkan tarif sepihak penggunaan alat yang membebani pemilik barang sehingga berpengaruh terhadap biaya produksi,” kata Syaiful.