Kamis 23 Jul 2015 20:16 WIB

Potret Buram Nasib Anak Warnai Peringatan Hari Anak Nasional

Kekerasan Anak (Ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Kekerasan Anak (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Potret buram nasib anak-anak di Tanah Air mewarnai peringatan Hari Anak Nasional 2015.  Berdasarkan hasil kajian Indonesia Indicator (I2) dalam kurun waktu 1 Juli 2014 hingga 22 Juli 2015, sebanyak 343 media di seluruh Indonesia, baik nasional maupun lokal, terus memberitakan terpuruknya nasib anak di bidang hukum, sosial, kesehatan, dan pendidikan.

"Isu hukum anak merupakan yang paling tinggi ekspos-nya dibandingkan dengan isu-isu lainnya," ujar Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2) Rustika Herlambang dalam siaran persnya yang diterima Republika, Kamis (23/7).

Menurut Rustika, terkait isu hukum, dalam satu tahun terakhir pemberitaan soal perlindungan anak memperoleh perhatian yang cukup besar dalam agenda pemberitaan di media online. Yakni sebanyak 20.010 berita." Masalah perlindungan anak menjadi sorotan media, seiring dengan munculnya berbagai kekerasan terhadap anak," ungkap Rustika.

Dalam pemberitaan,  papar Rustika, hampir selalu disebutkan bahwa pelaku tindak kekerasan terbukti atau diduga melanggar UU No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Hal itu, kata dia, cukup ironis. Seiring pemberlakuan UU yang baru hasil perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 itu, kasus dan pemberitaan mengenai kekerasan anak justru terus meningkat.

Pemberitaan nasib anak Indonesia dalam bidang hukum juga menyoroti masalah kepemilikan akta kelahiran anak-anak di Indonesia yang mencapai  1.892 berita. Berdasarkan data dari Kemensos, hanya 40 juta anak Indonesia yang memiliki akta kelahiran dari total 83 juta anak.

Dalam bidang sosial, pemberitaan media massa juga menyoroti kasus masalah penelantaran anak, yang eksposenya mencapai 3.676 berita. Topik ini paling tinggi diangkat dalam pemberitaan satu tahun terakhir. "Kasus penelantaran anak di Cibubur kasus pembunuhan Engeline merupakan dua kasus yang paling banyak menyita perhatian media," papar Rustika.

 

Menurut dia, kasus tersebut merupakan puncak gunung es dari permasalahan penelantaran anak. Sebab, kata Rustika, berdasarkan data dari Kemensos masih ada 4, 1 juta anak terlantar di Indonesia. Tingginya pemberitaan mengenai penelantaran anak tentu tidak dapat dilepaskan dari peran orang tua dan pemerintah. Menurut Rustika, pentingnya pelatihan pranikah bagi calon orang tua dan penguatan lembaga terkait seperti BKKBN, Kemenag, dan Kemendikbud merupakan salah satu cara untuk mengurangi kasus penelantaran anak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement