REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi soal uji materi Pasal 7 huruf r Undang-Undang Pilkada telah mereduksi upaya meningkatan kualitas demokrasi.
"Dengan dibatalkannya pasal tersebut maka usaha kita untuk meningkatkan kualitas demokrasi lokal untuk berjalan jujur dan adil akan terkurangi," jelasnya di Jakarta, Kamis (9/7).
Pasal 7 huruf r UU Pilkada menyatakan bahwa syarat kepala daerah tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan petahana (politik dinasti). Dalam putusannya baru-baru ini, MK menilai syarat itu melanggar konstitusi.
Menurut Masykurudin, dampak dari putusan itu, akan ada kembali potensi-potensi penggunaan dana publik dan fasilitas publik yang disalahgunakan atau digunakan untuk kampanye terselubung. Padahal, kata dia, larangan politik dinasti tujuan utamanya agar orang-orang disekitar petahana tidak menggunakan uang rakyat untuk kepentingan partisan.
Dia menekankan dana publik tidak boleh disalahgunakan baik terang-terangan ataupun secara terselubung untuk kepentingan kampanye dalam Pilkada. Selain itu politik dinasti juga dimaksudkan agar kekuasan dinikmati secara distributif, tidak hanya dinikmati oleh keluarga dan lingkarannya saja.
"Peluang menjadi pemerintah daerah harus juga dapat diakses dari titik yang sama, tidak boleh ada pihak yang belum-belum sudah mempunyai keistimewaan dan itupun dengan keistimewaan yang bukan karena prestasi tetapi karena dinasti," ujarnya.
Karena itu, lanjut dia, salah satu jalan keluar agar pilkada berkualitas adalah membatasi politik dinasti, yang semata-mata bukan untuk menghalangi hak seseorang dalam hal dipilih, tetapi juga memberikan kesempatan yang sama bagi semua pihak untuk mencalonkan dengan adil.
"Putusan MK hanya memandang aspek dimana setiap orang boleh dipilih, tetapi tidak melihat aspek subtansi dan kondisi yang terjadi di daerah-daerah terutama mengusahakan untuk mencitrakan keadilan dan demokrasi lokal secara subtansial," jelasnya.
Dia menilai politik dinasti akan kembali terjadi dan dengan demikian potensi penggunaan dana publik dan uang rakyat untuk kepentingan kampanye terselubung juga akan terjadi kembali.
Sementara itu menyoal adanya usulan pihak tertentu agar pengawasan terhadap petahana ditingkatkan, JPPR memandang faktanya penegakan hukum dalam Pilkada kerap lemah dan mengkhawatirkan. Potensi dan kecurangan yang terjadi dengan penegakan hukum yang lemah menurut dia, masih menjadi tantangan.