REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan di Provinsi Papua meningkat tajam sejak setahun terakhir, kata Kepala Sub Bidang (Kasubid) Penanganan Kekerasan terhadap Anak dan Masalah Sosial Anak Provinsi Papua, Levina Kalansina Sawaki.
Pernyataan Sawaki itu mengemuka ketika Wahana Visi Indonesia (WVI) region Papua merampungkan kegiatan pelatihan pendamping anak penyintas kekerasan yang digelar selama empat hari, dari Rabu (1/7) hingga Sabtu sore, di salah satu hotel ternama di Kota Jayapura, Provinsi Papua.
"Peningkatan kejahatan khususnya seksual lebih tinggi dalam setahun terakhir ini, dimana para pelakunya sebagian besar merupakan orang-orang terdekat korban," katanya tanpa menyebutkan jumlah kekerasan yang dimaksud.
Menurut dia, kejahatan yang terjadi itu karena bisa dipengaruhi dari media sosial atau lainnya.
Kejahatan seksual atau pun kejahatan kepada anak dan perempuan itu hampir merata terjadi diseluruh kabupaten/kota di Papua.
"Termasuk kurang pekanya orang sekitar untuk membantu mengontrol, mencegah terjadinya kejahatan, atau bahkan kurangnya kesadaran untuk melaporkan kejahatan terhadap anak dan perempuan atau KDRT kepada pihak berwajib," katanya.
Sawaki mencontohkan, di Kota Jayapura ada kasus anak berumur sembilan tahun berbuat asusila terhadap anak berumur lima tahun.
"Kasus ini langsung kami tangani, kami datangi korban dan advokasi masalah tersebut. Kalau untuk kasusnya Syawal, bocah yang mendapat kekerasan dari orang tuanya, sudah pasti akan dikenai hukuman yang setimpal, karena waktu kunjungan Ibu Menteri PPA Yohana Yembise telah menegaskan hal itu," katanya mencontohkan penanganan kasus kekerasan.
Mengenai rumah aman yang telah dibangun di Mapolda Papua, Sawaki mengatakan bahwa rumah untuk korban kekerasan itu sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas tetapi belum diresmikan oleh Pemerintah Provinsi Papua.
Sementara itu, Area Manager Cluster Jayapura dan Merauke WVI, Radika Pinto mengatakan lembaga yang dipimpinnya itu telah melatih sejumlah tenaga pendamping anak penyintas kekerasan, sebagai perhatian dan kepedulian terhadap persoalan yang dihadapi anak dan perempuan di Papua.
"Hari ini kami telah merampungkan pelatihan selama empat hari yang diikuti oleh 11 peserta dari 20 peserta dari 4 kabupaten di Papua. Pelatihan ini bekerjasama dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Papua dan Yayasan Sobat Peduli berkedudukan di Jakarta," katanya.
Pinto mengemukakan bahwa kekerasan pada anak di Papua termasuk yang tertinggi di Indonesia, berdasarkan data yang dikompilasi dari Harian Cendrawasih Pos pada tahun 2012 mencatat 90 kasus kekerasan pada anak telah terjadi di Papua.
"Kami percaya bahwa kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan lain, sehingga hal tersebut bukan solusi mendidik anak. Sebagai lembaga kemanusiaan yang fokus pada anak, WVI terus menggandeng tangan dengan mitra-mitra yang ada, termasuk pemerintah, untuk mewujudkan Indonesia layak anak, termasuk Papua," katanya.