Sabtu 04 Jul 2015 21:48 WIB

KSPI: JHT Sudah Tercover di Jaminan Pensiun BPJS

Rep: c37/ Red: M Akbar
Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Peraturan Pemerintah (PP) No. 46 tahun 2015 mengenai Jaminan Hari Tua (JHT) menuai protes dari para buruh, karena besarannya yang terlalu kecil dan waktu kepesertaan yang terlalu lama untuk bisa mencairkan dana tersebut. Padahal menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, sudah ada Jaminan Pensiun dari BPJS Ketenaga kerjaan yang bisa diambil oleh buruh per bulannya saat usia pensiun.

Dalam aturan yang baru di PP tersebut, syarat pencairan JHT adalah minimal sepuluh tahun terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Peserta bisa dapat dana JHT tanpa perlu keluar dari peserta BPJS Ketenagakerjaan, tapi jumlahnya hanya 10 persen dari total saldo atau bisa juga 30 persen untuk pembiayaan rumah. Jika peserta sudah berusia 56 tahun, maka mereka bisa mendapatkan keseluruhan JHT yang ditabung.

“Itu memang maksudnya untuk jaminan saat sudah tua, tapi itu kan kalau belum ada jaminan pensiun. Tapi mulai 1 juni 2015 kan jaminan pensiun wajib, sudah ada. Dengan demikian kan pendapat tentang hari tua tadi sudah tercover, oleh jaminan pensiun,”kata Said saat dihubungi oleh ROL, Sabtu (4/7).

Oleh karena itu, menurut Said, aturan baru mengenai JHT tersebut seharusnya tidak diperlukan dan dikembalikan ke peraturan sebelumnya yang membolehkan saldo JHT untuk dicairkan seluruhnya. Menurutnya, kalau memang PP tersebut diberlakukan karena berdasarkan UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) No. 40 Tahun 2004 Pasal 37 ayat 3, tentang kepesertaan BPJS yang 10 tahun baru bisa mengambil JHT. Seharusnya impelementasi UU tersebut harus sejak dulu, bukan sekarang baru diberlakukan dalam peraturan pemerintah.

“Nah UU ini nggak salah, yang salah itu implementasi melalui peraturan pemerintah. Bahkan ada tambahan yg menguntungkan kan, jaminan pensiun,”katanya.

 

Ia pun meminta pemerintah untuk mengajak wakil buruh membahas hal ini, agar tidak terjadi lagi penolakan atas peraturan baru tersebut. Sehingga pemerintah pun tidak mengalami masalah dalam implementasi kebijakan ini.

“Yang bermasalah itu implementasi di tingkat peraturan pemerintah dimana pemerintah tidak mengajak wakil buruh untuk membahas visi dari peraturan pemerintah tersebut. Makanya harus mengajak kami berdiskusi,”kata Said.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement