Jumat 03 Jul 2015 23:14 WIB

Bandara Sukarno Hatta Adakan Simulasi Penanggulangan MERS

Rep: c32/ Red: Maman Sudiaman
Petugas kesehatan Bandara Soekarno Hatta melakukan simulasi kesiapsiagaan dan penatalaksanaan MERS-CoV di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (3/7).ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Petugas kesehatan Bandara Soekarno Hatta melakukan simulasi kesiapsiagaan dan penatalaksanaan MERS-CoV di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (3/7).ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Tjandra Yoga Aditama menyatakan hari ini akan diadakan simulasi penanggulangan MERS. Ini dilakukan sebagai upaya untuk mewaspadai penyakit tersebut ada di Indonesia.

 

“Hari ini akan dilakukan simulasi penanggulangan MERS CoV di Bandara Sukarno Hatta dan dihadiri ibu menteri kesehatan,” kata Tjandra dalam pernytaan tertulisnya yang diterima oleh ROL, Jumat (3/7).

 

Ia juga memaparkan ada beberapa pendekatan dalam penanggulangan MERS di suatu Bandar udara. Penangglangan tersebut ia pastikan sudah secara ilmiah untuk mengantisipasi penyakit tersebut.

 

Salah satunya, pelaksanaan International Health Regulation IHR 2005. “Prinsip IHR 2015 ini dasarnya adalah pencegahan perluasan penyakit tanpa gangguan pada transportasi manusia dan barang secara berarti,” jelas Tjandra.

 

Lalu pendekatan selanjutnya radio practique antara pilot pesawat dengan tower di bandara. Pendekatan tersebut dapat digunakan bila ada penumpang yang dicurigai MERS CoV dan kemungkinan pesawat diparkir di remote area.

 

Selanjutnya, petugas kesehatan wajib naik ke pesawat sebelum penumpang di turunkan. Tindakan tersebut dilakukan untuk memastikan 3 hal apakah terjadi atau dialami oleh penumpang atau tidak.

 

Di antaranya, kata dia, memeriksa keadaan klinis penumpang yang dicurigai pasien MERS CoV, dan alternatif evakuasi pasien ini‎, keadaan penumpang yang duduk sebaris dengan pasien serta dua baris di depan dan belakangnya, dan ketiga penilaian umum terhadap awak pesawat serta penumpang lainnya untuk keputusan ‎bagaimana penumpang turun.

 

Tak hanya itu, menurut Tjandra analisa tentang kemungkinan pemasangan thermal scanner juga diperlukan. Tak lupa juga pemberian Health Alert Card (Kartu Kewaspadaan Kesehatan) beserta monitoring dan evaluasi pelaksanaannya.

Yang terakhir adalah dua sistem koordinasi yang penting dari petugas kantor kesehatan pelabuhan ‎atau port health office. Tjandra menjelaskan, hal tersebut bisa dilakukan dengan seluruh jajaran administrator bandara, imigrasi, bea cukai atau dikenal dengan CIQ custom immigration quarantine, dan pihak keamanan.

 

“Rumah sakit rujukan dan dinas kesehatan lokasi tinggal penumpang juga perlu untuk kegiatan surveilans epidemiologi‎,” ungkap Tjandra.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement