Kamis 02 Jul 2015 22:44 WIB

Reshuffle Dinilai Mampu Atasi Permalasahan Ekonomi

Kabinet Kerja
Foto: AP
Kabinet Kerja

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengatakan reshuffle menteri di bidang perekonomian dapat menjadi kunci untuk mengatasi permasalahan ekonomi dan melemahnya nilai rupiah.

"Kunci mengatasi (permasalahan ekonomi) adalah reshuffle dengan mencari orang yang tepat. Menko perekonomian dan menkeu harus orang yang bisa mempengaruhi persepsi pasar," ujar Tony di Jakarta, Kamis (2/7).

Ia mengatakan menteri bidang perekonomian di Kabinet Kerja kini dinilai pasar tidak kredibel, karena menetapkan target yang terlalu optimistis pada awal masa kerja. Tertapi kini saat terjadi pelemahan ekonomi tidak ada aksi konkrit yang dilakukan.

Contohnya, kata dia, peningkatan target penerimaan pajak dari Rp 1.072 triliun pada tahun lalu menjadi Rp 1.484 triliun tahun ini serta peningkatan ekspor sebesar 300 persen selama lima tahun ke depan. Untuk meningkatkan kepercayaan pasar kembali kepada pemerintah, ia menuturkan diperlukan sosok menteri yang memiliki 'star power', yakni mempengaruhi persepsi pasar.

Sosok tersebut juga diperlukan, ujar dia, karena kepercayaan pasar kepada Presiden Joko Widodo menurun setelah menghadapi komplikasi di bidang politik dan hukum, yakni kontroversi KPK dan Polri. "Presiden kehilangan momentum kepercayaan publik setelah tiga bulan pertama. Awalnya pasar percaya pemerintah mau kerja keras, sehingga pasar menyambut positif. Namun, kejadian KPK-Polri menjadi titik balik, orang mulai meragukan," kata Tony.

Adanya faktor menurunnya kepercayaan pasar kepada pemerintah, tutur dia, Rupiah pun cenderung tidak stabil, melemah dan undervalued dibandingkan semestinya.

Ia menuturkan sesuai perhitungan rear effective exchange rate (REER), Rupiah mestinya cukup di Rp 12.500 per dolar AS, tidak sampai Rp 13.400. Meski begitu, Tony beranggapan tanpa reshuffle kabinet, ekonomi di semester II tahun ini akan membaik menjadi 5,1 hingga 5,2 persen dan pertumbuhan kredit bank di kisaran 10 hingga 12 persen. Selain itu, ia menyarankan pemerintah berupaya kuat mendorong absorpsi anggaran agar menjadi stimulus ekonomi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement