Rabu 01 Jul 2015 00:30 WIB

KSPI Akan Gugat Jokowi Jika RPP tak Kunjung Ditandatangani

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Massa buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) se-Jabodetabek melakukan aksi longmarch saat demo di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Kamis (19/6).  (Republika/Tahta Aidilla)
Massa buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) se-Jabodetabek melakukan aksi longmarch saat demo di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Kamis (19/6). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengancam akan menggugat presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) jika rancangan peraturan pemerintah (RPP) jaminan pensiun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan tidak segera ditandatangani hingga 1 Juli 2015.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, yang masih menjadi persoalan besar dari BPJS Ketenagakerjaan ini adalah belum ditandatanganinya RPP Jaminan Pensiun oleh presiden.

“Bila sampai 1 Juli 2015 RPP tersebut belum ditandatangani juga maka KSPI dan buruh akan melakukan langkah gugatan warga negara terhadap presiden, wakil presiden, dan menteri terkait karena melanggar konstitusi. Tuntutannya RPP jaminan pensiun wajib ditandatangani presiden dengan isi iuran 10 persen-12 persen dengan manfaat pensiun 60 persen dari upah terakhir,” ujarnya, di Jakarta, Selasa (30/6).

Selain itu, pihaknya meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggunakan hak interpelasi. Terakhir, pihaknya akan melakukan aksi mogok nasional. Namun, kata dia, buruh menyambut baik BPJS Ketenagakerjaan yang beroperasi penuh pada 1 Juli 2015 besok.

Artinya BPJS Ketenagakerjaan sebagai badan usaha milik publik dibawah presiden, bukan lagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dengan demikian, buruh ikut memiliki 'saham' BPJS Ketenagakerjaan karena ikut mengiur dan setiap kebijakan BPJS harus disetujui.

“BPJS Ketenagakerjaan juga dikontrol buruh melalui dewan pengawas dan public hearing seluruh profit BPJS Ketenagakerjaan harus dikembalikan kepada kesejahteraan buruh,” ujarnya.

Namun, pihaknya minta tidak ada lagi setor deviden ke pemerintah atau menteri BUMN dan tidak menjadi dana bancakan partai politik. Selain itu, direksi BPJS Ketenagakerjaan harus bermental melayani, bukan lagi minta dilayani sebagaimana BUMN.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement