Ahad 28 Jun 2015 13:39 WIB

MK Pastikan tak Ada Kasus Akil Jilid Dua

Rep: c14/ Red: Bilal Ramadhan
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar usai menjadi menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/4). (Republika/Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar usai menjadi menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/4). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat memastikan, pihaknya sudah siap untuk mengemban amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perppu Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Berdasarkan regulasi tersebut, MK kembali memiliki kewenangan untuk mengadili sengketa hasil Pilkada.

Arief mengatakan, MK sendiri sudah memiliki pengalaman buruk. Tepatnya, ketika pada 2013 Ketua MK Akil Mochtar ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terkait dua kasus sekaligus. Yakni, sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan sengketa Pilkada Lebak, Banten.

"Kita itu, satu, sudah punya pengalaman yang tidak baik karena ada seorang hakim, lagi ketua, kemudian kena kasus," ungkap Arief Hidayat saat dihubungi Republika, Ahad (28/6).

"Maka langkah-langkah yang sudah dibuat untuk bisa menjaga (MK dari suap), itu tak hanya secara pragmatis, fragmentaris sepotong-sepotong. Kita buat pencegahan secara komprehensif," lanjut dia.

Salah satunya, Arief menuturkan, yakni dengan dibentuknya secara permanen Dewan Etik di internal MK. Sehingga, tegas dia, dugaan pelanggaran etik sekecil apa pun bisa diusut dan ditindak, siapapun pelakunya.

"Kalau memang ada pelanggaran, dilakukan penindakan. Kalau sampai, misalnya, enggak sekadar pelanggaran etik, maka dilaporkan ke polisi oleh dewan etik," ujar hakim konstitusi lulusan Universitas Diponegoro itu.

Arief menuturkan, hingga saat ini tidak ada hakim MK ataupun staf di lembaga tersebut yang ditindak oleh Dewan Etik. Demikian pula, setiap hakim MK selalu diawasi baik secara prosedural maupun tersembunyi.

Kemudian, lanjut dia, di internal MK selalu ada pencegahan. Jangan sampai pihak-pihak manapun yang beperkara bisa berkomunikasi dengan pegawai apalagi hakim MK. Arief mengungkapkan, salah satu contoh keberhasilan sistem pengawasan internal ini bisa dilihat dari masa sidang sengketa Pileg dan Pilpres 2014.

"Itu kan sudah berjalan baik, lancar, tidak ada masalah. Sehingga, kita harapkan apa yang sudah dijaga itu bisa berlangsung dengan baik pada waktu Pilkada serentak," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement