Jumat 26 Jun 2015 23:04 WIB

ILR: Tidak Ada Alasan untuk Merevisi UU KPK'

Rep: C26/ Red: Ilham
Tsunami Pemberantasan Korupsi. (dari kiri) Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Susanto Ginting, Divisi Hukum ICW Lalola Easter Kaban, dan Peneliti ILR Erwin Natosmal mengadakan konferensi pers terkit putusan praperadilan Hadu Pur
Foto: Republika/ Wihdan
Tsunami Pemberantasan Korupsi. (dari kiri) Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Susanto Ginting, Divisi Hukum ICW Lalola Easter Kaban, dan Peneliti ILR Erwin Natosmal mengadakan konferensi pers terkit putusan praperadilan Hadu Pur

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Indonesia Legal Rountable (ILR), Erwin Natosmal Oemar mengatakan, tidak ada alasan apapun yang bisa menjadi dasar direvisinya Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, KPK tetap berjalan sebagaimana mestinya dengan ketentuan dan aturan yang ada.

Erwin menilai, UU KPK tidak membutuhkan perubahan untuk meningkatkan kekuatan kelembagaan. Padahal, yang seharusnya direvisi aturan perundang-undangan hukum lainnya.

"Tidak ada satu argumen pun yang menjadi dasar direvisinya UU KPK. Jikapun ada yang harus direvisi, maka yang harus direvisi adalah UU lainnya seperti KUHP, KUHP, dan UU Tipikor," katanya kepada Republika, Jumat (26/6).

Ketiga UU tersebut, ujarnya, lebih penting didahulukan untuk direvisi. Sebab, aturan tersebut merupakan landasan hukum umum yang berimplikasi juga pada UU KPK. Bukan justru hal sebaliknya yang dilakukan para legislator di Senayan.

Saat ini, menurutnya KPK masih tetap berjalan maksimal dengan kewenangan dan beban tanggung jawab yang diberikan. Merevisi tiga UU sebelumnya justru membuat landasan hukum menjadi lebih harmonis. Karena pada dasarnya UU KPK merupakan aturan khusus yang disinergikan dari aturan umum. Jadi menghindari pertentangan antar UU maka perlu diperbaiki aturan umumnya terlebih dahulu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement