REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum pidana Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta, Ahmad Bahiej menilai revisi UU KPK tidak bisa disahkan. Pasalnya Presiden Joko Widodo jelas menolak diubahnya peraturan bagi lembaga anti rasuah tersebut.
Ahmad mengatakan kalaupun revisi dibahas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015, hasilnya tetap tidak bisa disahkan. Sebab dalam pengesahan undang-undang harus disetujui anggota DPR dan presiden.
"Syarat undang-undang disahkan adalah disetujui DPR dan presiden. Jika kemudian salah satunya tidak setuju maka tidak bisa disahkan," katanya saat dihubungi Republika, Kamis (25/6) malam.
Oleh karena itu menurutnya, DPR akan kesulitan meneruskan pembahasan revisi UU KPK selama Jokowi belum menyetujui. Namun ia mengapresiasi keputusan Presiden RI ketujuh tersebut karena dinilai masih mendukung kekuatan KPK memerangi korupsi.
Revisi KPK telah disetujui anggota DPR dan resmi masuk dalam Prolegnas 2015. DPR menilai ada beberapa poin yang layak direvisi dengan dalih menguatkan kelembagaan KPK dan mengatur kewenangan. Banyak pihak yang justru merasa kebijakan legislatir sebagai bentuk pelemahan lembaga independen ini.