REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Pengusulan dana pembangunan daerah pemilihan atau dana aspirasi yang direncanakan Rp 11,2 triliun per tahun bukan tugas legislator, kata pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar.
"Bagaimana mungkin tugas legislator beralih menjadi seorangan administratur keuangan," kata Zainal di Yogyakarta, Senin.
Menurut dia, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebaiknya cukup menjalankan fungsi yang dimilikinya mencakup tugas pengawasan, legislasi, serta penganggaran. Sementara pengusulan dana aspirasi mencapai total Rp 11,2 triliun atau Rp20 miliar per anggota DPR merupakan tugas eksekutif.
Sementara itu, menurut Zainal, pengusulan dana berkedok kepentingan pembangunan daerah sudah pernah dimunculkan sejak lama. Dana tersebut menurut dia juga rentan hanya dimanfaatkan oleh legislatif sebagai dana bancakan.
"Model-model begini bisa jadi model bancakan baru, bahkan kita praktis tidak tahu asal muasalnya bisa bisa hadir dana aspirasi," kata dia.
Menurut dia, pencetusan gagasan dana aspirasi perlu dikaji dengan pengkajian serta konsep yang matang jika bertujuan untuk pembangunan daerah.
Apalagi, ia menambahkan, tanpa adanya dasar yang jelas mengenai dana itu, dana senilai Rp 20 miliar rentan hanya dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk memperkuat elektabilitas di masing-masing dapil.
"Dengan Rp 20 miliar orang akan mudah mengatakan ini jasa saya, padahal itu uang negara," kata dia.