REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai revisi UU KPK nomor 30 Tahun 2002 bukan merupakan satu-satunya produk legislasi yang berpotensi melemahkan KPK.
Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lola Easter mengatakan, dua produk lain yakni RUU KUHAP dan KUHP juga memiliki potensi melemahkan upaya pemberantas korupsi.
"Produk tersebut jadi alat yang sah dan legal untuk mengebiri kewenangan KPK. Misalnya, di KUHP hukuman pidana korupsi lebih rendah dibanding UU Tipikor," kata Lola di kantor ICW, Jakarta, Ahad (21/6).
Senada dengan Lola, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yuntho menyebutkan, ada beberapa pasal yang berpotensi melemahkan KPK dalam rencana revisi UU KUHAP. Pasal tersebut, yakni Pasal 3 ayat 2, Pasal 44, Pasal 58, Pasal 67, Pasal 75, Pasal 83, Pasal 84, Pasal 240, dan Pasal 250.
Dalam Pasal 240, kata Emerson, disebutkan bahwa terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali putusan bebas. Dampak dari pasal tersebut, lanjutnya, yakni kasus korupsi yang diajukan oleh KPK, jika divonis bebas ditingkat pertama atau banding maka tidak bisa dikasasi.
"Ini tentu sangat mengkhawatirkan jika putusan bebas tidak bisa dikasasi," ujar Emerson.
Contoh lain, lanjutnya, yakni di Pasal 250. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa putusan Mahkamah Agung mengenai pemidanaan tidak boleh lebih berat dari putusan pengadilan tinggi. Artibya, pada kasus korupsi yang diajukan KPK jika divonis berat di tingkat pertama atau banding, maka dapat dipastikan akan divonis lebih rendah jika dikasasi. n Issha Harruma