REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan direktur utama PLN Dahlan Iskan selesai diperiksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta sebagai tersangka, Selasa (16/6). Dalam pemeriksaan selama kurang lebih sembilan jam, Bos Jawa Pos Grup itu diberondong 79 pertanyaan oleh penyidik.
Saat keluar dari ruang pidana khusus tempat dia diperiksa, Dahlan enggan berkomentar sedikitpun terkait pemeriksaan yang dijalaninya. Dia menyerahkan sepenuhnya kepada kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra.
"Tanya Pak Yusril saja," kata dia di Kejati DKI usai pemeriksaan.
Yusril yang mendampingi Dahlan sejak pagi mengatakan bahwa mantan menteri BUMN itu telah menjawab seluruh pertanyaan penyidik. Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini bersikukuh bahwa kliennya hanya mengusulkan proyek pembangunan 21 Gardu Induk tersebut.
Menurut Yusril, saat menjabat sebagai dirut PLN, Dahlan memang mengusulkan agar proyek tersebut dibuat multi years. Hal itu lantaran pengadaan lahan untuk proyek tersebut membutuhkan waktu lama. Namun, kata dia, saat itu disetujui oleh Kemenkeu dan Kementerian ESDM setelah Dahlan tak menjabat sebagai orang nomor satu di PLN.
"Begitupun saat beliau menjabat sebagai dirut (PLN), tidak satupun kontrak dengan kontraktor yang ditandatangani oleh Pak Dahlan," ujar Yusril.
Yusril menjelaskan, kliennya menyadari bahwa dalam pembangunan proyek tersebut tak bisa dilakukan jika belum ada lahan untuk pelaksanaan proyek. Untuk itu, kata dia, Dahlan mengusulkan agar pembangunan 21 Gardu Induk dilakukan multi years.
Saat ditanya mengapa Dahlan begitu ngotot mengusulkan proyek tersebut meski mengetahui bahwa sulit dalam pengadaan tanah, Yusril hanya menjawab diplomatis. "Makanya diusulkan oleh Pak Dahlan bahwa proyek ini harus multi years," ujar dia.
Ia menambahkan, Dahlan pertama kali mengusulkan anggaran multi years ini pada Februari 2011. Kemudian pada Agustus 2011, mantan menteri BUMN itu mengusulkan kembali dengan tambahan data dari usulan sebelumnya atas arahan dari Kementerian ESDM karena alasan penyerapan anggaran yang minim di ESDM.