REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam UU no 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara, Badan Intelijen Negara (BIN) memiliki fungsi koordinatif antara lembaga-lembaga intelijen di Indonesia. Artinya, BIN dapat melakukan koordinasi dengan lembaga yang memiliki fungsi intelijen di institusi lain, seperti di TNI, Kepolisian, Bea Cukai, Perpajakan dan lain-lain.
Direktur Imparsial, Al Araf menyebut, harus diakui masih ada ego-ego sektoral di antara lembaga-lembaga intelijen yang dimiliki oleh sejumlah institusi negara dalam melakukan tugas-tugasnya. Namun, hal ini harus dijawab, lembaga intelijen harus berada di komunitas intelijen dan melakukan koordinasi yang baik.
"Fungsi koordinatif harus dimaksimalkan, tapi dalam artian, semua kelembagaan intelijen harus terus berkoordinasi tapi juga masih harus menghormati masing-masing kompartemensi masing-masing lembaga intelijen," kata Al Araf dalam Diskusi Publik soal Pencalonan Sutiyoso sebagai Kepala BIN di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (15/6).
Selain itu, diharapkan salah satu reformasi intelijen pada masa mendatang adalah adanya penjelasan mengenai kompartemen-kompartemen atau bidang yang dilakukan lembaga-lembaga intelijen tertentu secara lebih baik, agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan. Al Araf memberi contoh, terkadang Badan Analisis Strategis (BAIS) TNI masih melakukan analisa mengenai kondisi keamanan dalam negeri ataupun internasional.
Penjelasan kompartemensi-kompartemensi ini dilakukan agar kerja-kerja BIN bisa lebih fokus. Lebih lanjut, Al Araf menjelaskan, usai terbentuknya UU no 17/2011 tentang Intelijen Negara, BIN memiliki fungsi dan kewenangan yang sangat kuat. Pertama, BIN memiliki fungsi operasional untuk menghadapi ancaman internal dan eksternal, baik ancaman keamanan ataupun ancaman lainnya.
Selain itu, ada pula fungsi dan kewenangan untuk melakukan koordinasi dengan lembaga intelijen. Dengan kewenangan dan fungsi yang luas ini, maka harus dipilih Kepala BIN yang sanggup menjalankan fungsi dan kewenangan lembaga yang dipimpinnya tersebut. Hal inilah, lanjut Al Araf, yang harus dijawab Sutiyoso pasca keputusan Presiden Joko Widodo menunjuk mantan Gubernur Jakarta itu sebagai Kepala BIN.
"Tidak cukup hanya track record, tapi juga perlu integritas, kinerja, dan energi yang cukup besar untuk bisa menduduki Kepala BIN," ujar Al Araf.