REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta kembali bekerjasama dengan takmir masjid untuk memberikan sosialisasi tentang kesehatan pada masyarakat.
"Tahun lalu program ini cukup berhasil sehingga kita teruskan tahun ini dengan memperbanyak jumlah masjid yang kita gandeng," Kepala Bidang Promosi Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta, Tri Mardaya, Senin (15/6).
Menurutnya, tahun lalu pihaknya menggandeng 100 masjid dan mushala untuk promosi tentang kesehatan ke masyarakat. Tahun ini pihaknya juga menggandeng 100 masjid dan mushala juga.
Pihaknya menghibahkan DVD Player serta materi promosi kesehatan kepada takmir masjid maupun mushala."Pada jam-jam tertentu, materi itu bisa diputar melalui pengeras suara," katanya.
Diakuinya, ada tujuh materi promosi kesehatan yang disimpan dalam compact disk (CD). Di antaranya adalah tentang gaya hidup sehat, imunisasi, diare, demam berdarah, leptospirosis serta kesehatan lingkungan. Materi tersebut berbeda dengan program tahun lalu yang berisi seputar bahaya merokok, olahragan, makanan sehat dan kebersihan.
Waktu pemutaran diserahkan sepenuhnya kepada pengurus masjid dan mushala. Namun diharapkan pada pagi, siang, dan sore hari agar tidak mengganggu aktivitas masyarakat. Metode penyampaiannya pun bersifat menyenangkan, seperti nyanyian, kultum serta iklan layanan masyarakat.
Menurutnya, saat ini laju penderita berbagai penyakit di Yogyakarta terus meningkat. "Periode 2009 hingga 2014, kematian bayi cenderung naik. Kemudian, penderita diabetes melitus juga terus naik. Sehingga meskipun tingkat kesadaran terhadap kesehatan sudah bagus, tapi perlu ada semacam warning," katanya.
Karena itu, promosi yang disampaikan melalui pengeras suara dari tempat ibadah, diharapkan memberikan dampak positif dan mampu merubah gaya hidup masyarakat. Tanpa harus keluar rumah, masyarakat akan menerima promosi secara berulang-ulang.
Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta, Titik Sulastri mengatakan, metode promosi kesehatan yang melibatkan tempat ibadah tergolong inovatif. Pasalnya belum ada satu daerah pun di Indonesia yang melakukan hal tersebut. Pihaknya pun bekerjasama dengan Kementrian Agama (Kemenag), Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta Dewan Masjid Indonesia (DMI) agar dapat berjalan efektif.
"Program ini akan terus dievaluasi hingga tiga tahun mendatang," katanya.
Saat digulirkan pertama kali pada 2014 lalu, hanya sekitar 40 persen masjid dan mushala yang mampu menjalankan program. Hal ini lantaran sebagian besar tempat ibadah tersebut terkendala persoalan teknis berupa soundsystem model lama yang belum bisa tersambung dengan peralatan dari pemerintah. Namun, tahun ini semua masjid dan musala sudah tidak mengalami kendala.