Senin 15 Jun 2015 13:36 WIB
Engeline Tewas

Jangan Hanya Jerat Margriet dengan UU Perlindungan Anak

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Esthi Maharani
  Petugas Laboratorium Forensik (Labfor) dan Inafis Polri melakukan proses identifikasi di kawasan rumah Angeline di Jalan Sedap Malam, Kota Denpasar, Bali, Kamis (11/6).(Antara/Fikri Yusuf/)
Petugas Laboratorium Forensik (Labfor) dan Inafis Polri melakukan proses identifikasi di kawasan rumah Angeline di Jalan Sedap Malam, Kota Denpasar, Bali, Kamis (11/6).(Antara/Fikri Yusuf/)

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Margareth Christina Megawe telah ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan penelantaran anak angkatnya, Angeline semasa hidupnya. Dia dijerat dengan pasal 77 Undang-Undang Nomor 23/ 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pada pasal 77 disebutkan, siapa saja yang melakukan penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial akan dipidana penjara setidaknya lima tahun dan atau denda paling banyak Rp 100 juta.

Direktur Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI) Provinsi Bali, I Made Suardana mengatakan jika polisi hanya menerapkan UU Perlindungan Anak dalam kasus Angeline ini, secara substansi efeknya tak begitu besar, minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun.

"Ketentuan di luar itu harus digunakan. Misalnya, ketika seseorang menyebabkan orang lain meninggal dunia, maka diberlakukan pasal 338 dan 340 KUHP. Dalam kasus Angeline, 340 harus diberlakukan dengan ancaman hukuman minimal 20 tahun dan maksimal hukuman mati," kata Suardana dijumpai Republika di Denpasar, Senin (15/6).

Suardana menjabarkan indikasi pembunuhan berencana dalam kasus Angeline. Pertama, Agus Tai Hamdamai, tersangka pembunuh Angeline masih berstatus pembantu baru Margareth. Ketika Agus didatangkan, sepekan kemudian Angeline meninggal dunia, bahkan ada indikasi mendapatkan kekerasan seksual.

"Ini bukan pembunuhan biasa. Apa motivasi Agus didatangkan ke rumah Margareth, sebagai pembantu saja atau sebagai eksekutor? Ini ibaratnya, ketika kapal karam, Margareth bisa melenggang dengan sekoci berupa UU Perlindungan Anak," katanya.

Suardana menilai polisi harus serius dan cepat menuntaskan kasus tersebut sebab ini menjadi barometer hukum mengenai kekerasan anak di Indonesia. Kekerasan anak bisa menjadi satu rangkaian proses penghabisan nyawa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement