REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan berbicara soal realokasi subsidi BBM kepada lebih dari 2 ribu relawan Jokowi yang hadir ke Solo untuk menghadiri acara pernikahan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Luhut di Asrama Haji Donohudan Boyolali, Rabu (10/6), sebelum realokasi BBM, subsidi BBM yang tidak berkeadilan membuat jurang antara yang kaya dan miskin makin melebar.
"Di mana 20 persen rakyat terkaya menikmati 51 persen subsidi BBM, sedangkan 20 persen rakyat miskin hanya menikmati 7 persen subsidi BBM, artinya subsidi BBM tidak berkeadilan karena sebagian besar hanya dinikmati orang kaya," katanya.
Diskusi Relawan dengan Kepala Staf Kepresidenan Luhut B. Pandjaitan dilakukan pada sekitar pukul 14.00-15.10 WIB. Diskusi bertemakan 'Realokasi Subsidi BBM untuk Menghilangkan Kesenjangan antara Kaya dan Miskin'.
Sementara kata Luhut sesudah relokasi subsidi BBM realokasi BBM dapat digunakan untuk program produktif pengentasan kemiskinan. "Selain untuk memperbaiki postur distribusi kesejahterahan agar berpihak pada rakyat miskin dengan berbasis pada ekonomi kerakyatan yang berkeadilan," katanya.
Ketua Umum Kebangkitan Indonesia Baru (KIB) Reinhard Parapat mendukung pernyataan Luhut karena realokasi subsidi BBM memungkinkan dana hasil realokasi itu digunakan untuk membiayai program produktif dan pengentasan kemiskinan. "Sementara realokasi subsidi BBM sebesar Rp 211,3 triliun diarahkan pada belanja pusat (kementerian/lembaga) sebesar Rp 113,9 triliun," katanya.
Sedangkan belanja daerah tertinggal sebesar Rp 34,7 triliun kedua ini sebagai program prioritas pemerintah.
Untuk PU sebesar Rp 33,3 triliun, pendidikan Rp 7,1 triliun (Kartu Indonesia Pintar), perhubungan Rp 21 triliun, sosial Rp 9,3 triliun, pertanian Rp 16,9 triliun (swasembada tangan), kesehatan Rp 2,7 triliun (Kartu Indonesia Sehat), kelautan Rp 3,8 triliun (patroli kapal ilegal fishing), dan lain-lain untuk 80 kementerian/lembaga sebesar Rp 19,8 triliun.
Di luar itu, Pemerintah masih menganggarkan pada sektor subsidi nonenergi Rp 4,3 triliun, subsidi listrik Rp 4,5 triliun, subsidi bunga utang Rp 3,8 triliun, dan lain-lain Rp 18,2 triliun.