REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- CEO Survey Lintas Nusantara (SLN Survey) DR. Emrus Sihombing mengatakan, publik tidak mungkin melupakan ‘kegilaan’ Dahlan Iskan saat menjabat Menteri BUMN demi kepentingan pelayanan publik.
Dia melanjutkan, masyarakat Indonesia terhentak ketika Dahlan Iskan membuka paksa dua pintu tol di Jakarta karena antrean yang sudah menjadi kebiasaan buruk.
"Pendobrakan semacam itu sangat diperlukan memecah kekakuan sistem birokrasi dan pengelolaan pemerintahan di Indonesia yang sudah mendarah daging. Sebenarnya, pemimpin berani dan responsif yang ditunjukkan Dahlan sangat diperlukan menerobos 'sandiwara' pengelolaan berbagai aspek kehidupan di negeri kita yang sarat dengan kepura-puraan,” kata dia pada rilis yang diterima Republika, Senin (8/6).
Emrus memaparkan, menurut kajian Tim Ahli SLN Survey, pola penerobosan yang dilakukan Dahlan di PLN, misalnya, membuahkan hasil yang dirasakan rakyat Indonesia karena mampu menekan sangat signifikan pemadaman listrik yang sebelumnya acapkali terjadi di bebagai daerah di Indonesia.
Menurutnya, Dahlah berani 'berseberangan' dengan siapa pun, termasuk dengan politisi Senayan asal untuk kepentingan rakyat banyak.
Menurut Emrus dalam pengamatan SLN Survey, Dahlan sebenarnya ingin mengabdikan dirinya dan berbuat yang terbaik dalam masa pengabdiannya mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat di negeri ini.
Dia melanjutkan, jika dirunut, sangat banyak karya Dahlan untuk rakyat (sekarang disebut sebagai prokerakyatan). Di antaranya yang membanggakan, mencanangkan Gerakan Sehari Sejuta Sambungan Listrik dan mengusulkan penutupan Petral ketika menjadi dirut PLN dan menteri BUMN.
"Sebagai pemimpin sajati, sekalipun Dahlan ditetapkan sebagai tersangka karena kebijakan yang dibuat ketika menjadi dirut PLN, ia tetap menyatakan kesiapan, menerima, menghargai dan bertanggung jawab terhadap semua yang dilakukan. Dahlan tidak 'cuci tangan' dengan berkelit," kata dia.
Emrus menambahkan, sejatinya aparat hukum melihat manfaat tindakan dan kebijakan yang dilakukan Dahlan daripada sekedar hukum positif, sepanjang tidak ada Rp 1 (satu rupiah) pun yang mengalir ke kantongnya dan keluarganya.