Sabtu 06 Jun 2015 04:10 WIB

Novel Protes di Sidang Praperadilan

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Karta Raharja Ucu
Penyidik KPK Novel Baswedan bersama sejumlah warga yang mendukungnya usai sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Jumat (29/5).
Foto: Antara/Reno Esnir
Penyidik KPK Novel Baswedan bersama sejumlah warga yang mendukungnya usai sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Jumat (29/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang lanjutan praperadilan penyidik KPK, Novel Baswedan menuai banyak protes keras dari Novel selaku pemohon. Sebab, keterangan saksi yang dihadirkan termohon dalam hal ini Polri lebih menjelaskan terhadap pokok perkara.

"Saya khawatir dengan sidang ini yang masuk ke pokok perkara," ujar Novel saat sidang berlangsung, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (5/6).

Dalam sidang tersebut, salah satu saksi fakta Irwansyah Siregar, menceritakan proses penembakan pada saat peristiwa berlangsung yakni pada 2004. Selain Irwansyah, Donny, salah satu anak buah Novel di Polres Kota Bengkulu juga menerangkan terkait apa yang terjadi pada waktu itu.

Keterangan dua saksi tersebut, mendapatkan intrupsi keras dari Novel maupun kuasa hukumnya. Sebab, praperadilan yang sidangkan kali ini berkaitan dengan sah atau tidak penangkapan dan penahanan.

"Kami khawatir ini penyesatan berpikir. Saga tidak diberi kesempatan membela, ini suatu ketidakadilan," katanya.

Protes keras juga datang dari kuasa hukum Novel, Saor Siagian. Bahkan, Saor sempat adu mulut dengan kuasa hukum Polri, karena meminta hakim agar memperhatikan keterangan saksi yang sudah di luar konteks praperadilan yang diajukan Novel.

"Seluruhnya menguji materi, pembunuhan 2004, bukti yang diajukan tidak relevan, khawatir bisa jadi peradilan sesat," kata Saor.

Namun, sidang akhirnya kembali berjalan normal setelah termohon menghadirkan saksi Suradi yaitu penyidik yang ikut melakukan penangkapan terhadap Novel pada 1 Mei lalu. Novel pun setuju untuk dilanjutkan karena sesuai dengan permohonan praperadilan yang diajukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement