Jumat 05 Jun 2015 23:36 WIB

Wakil Ketua DPR: Dahlan Iskan Korban UU yang Dibuat dengan Kemarahan

Rep: C82/ Red: Bayu Hermawan
Mantan Dirut PLN Dahlan Iskan
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Mantan Dirut PLN Dahlan Iskan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Direktur Utama PT PLN Dahlan Iskan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan dan pembangunan Gardu Induk di Unit Induk Pembangkit dan Jaringan Jawa Bali Nusa Tenggara PT PLN tahun anggaran 2011-2013.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, Dahlan merupakan korban dari konstruksi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang dibuat dengan kemarahan. Konstruksi UU yang ada saat ini, lanjutnya, sangat mudah digunakan untuk menjerat orang dan membuat semua orang berpotensi menjadi tersangka.

"Saya menduga sebab pak Dahlan jadi tersangka itu adalah karena pak Dahlan itu orangnya kreatif dan UU Tipikor itu tidak ramah dengan orang kreatif," katanya di gedung DPR, Jakarta, Jumat (5/6).

Menurutnya, UU Pemberantasan Tipikor di Indonesia adalah yang paling ketat di seluruh dunia. Hal tersebut, lanjutnya, terlihat dari definisi korupsi yang ada di dalam UU tersebut.

Ia menjelaskan, di Amerika, definisi korupsi tergolong sederhana, yakni public fasilities for private gain atau fasilitas publik untuk kepentingan pribadi.

Sedangkan, di Indonesia, setiap orang yang melanggar hukum, merugikan orang lain, memperkaya diri, merugikan negara, merugikan perekonomian negara dapat disebut korupsi.

"Belum lagi sumpah janji, memberikan janji, padahal pejabat itu ada unsur berjanjinya," ujarnya.

"Pak Dahlan ini saya anggap dugaan memperkaya orang lain karena dia banyak pengadaan, karena mau melakukan percepatan waktu itu. Karena di mana-mana pemadaman, akhirnya melakukan semacam terobosan. Tapi, terobosan itu sudah ada potensi di situ, memperkaya orang lain. Pasti kalau ada pengadaan itu kan ada orang kaya," jelasnya.

Saat ditanya apakah akan merevisi UU Pemberantasan Tipikor, Fahri enggan memberikan jawaban yang jelas. Meski begitu, politikus PKS itu menyebut, UU tersebut perlu dibuat lebih gamblang dan lebih terang.

"Sehingga yang disasar bukan orang berbuat salah tapi orang yang berbuat jahat. Karena hukum itu tidak menyasar orang yang berbuat salah tapi berbuat jahat," ujarnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI menetapkan mantan Dirut PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Dahlan Iskan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi gardu induk PLN Jawa, Bali dan Nusa Tenggara tahun anggaran 2011-2013.

Dahlan diduga melakukan penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri dan atau orang lain yang menyebabkan negara mengalami kerugian.

Atas perbuatannya, Dahlan dijerat dengan Pasal 2 dan atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement