REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bentrokan yang melibatkan anggota Kopassus dan TNI AU dinilai karena masing-masing angkatan terlalu bangga dengan korpsnya sendiri. Akibatnya mereka memandang angkatan yang lainnya lebih rendah darinya.
Pengamat militer Universitas Padjajaran (Unpad( Muradi menyebut, kebanggaan yang berlebihan dalam satu matra itu menjadi motif perkelahian bisa terjadi, bahkan sampai memakan korban tewas. Mereka merasa tidak boleh kalah dengan angkatan lain ketika terlibat cekcok atau salah paham.
"Di TNI perasaan lebih tinggi dari angkatan lain itu sering terjadi. Tiap unit diajarkan untuk bangga kepada korpsnya masing-masing, sehingga mengganggap yang lain lebih rendah," kata Muradi saat dihubungi ROL, Rabu (3/6).
Dia menyatakan, prajurit yang terlibat perkelahian adalah tentara muda yang masih bergelora jiwa juang atas angkatannya masing-masing. Semangat itu menjadi pemicu bentrokan yang dilaporkan akibat salah paham tersebut.
Kejadian tersebut sangat disayangkan bisa dilakukan anggota tentara. Padahal, kata dia, seharusnya semua angkatan bisa saling bekerja sama sebagai lembaga yang bertugas menjaga keamanan dan pertahanan Tanah Air.
Menurut Muradi, bentrokan yang terjadi itu memang dirasanya sebagai hal yang lumrah di tubuh TNI. Wajar jika tentara membanggakan unitnya, namun akan bermasalah serius jika terlalu berlebihan. Pasalnya, hal itu bisa menimbulkan ekses negatif yang dapat menghancurkan TNI. "Harus hati-hati karena bisa jadi bumerang bagi TNI sendiri," ujarnya.
Perkelahian yang terjadi Ahad (31/5) dini hari lalu di Kafe Bimo, Sukoharjo, Solo itu melibatkan anggota TNI AU yang menjadi korban perkelahian dengan oknum anggota Grup-2 Kopassus Kandang Menjangan Kartosuro. Akibatnya satu anggota TNI AU, Serma Zulkifli meninggal dunia dan satu korban kritis, Pelda Teguh Prasetyo di RS Hardjo Lukito Yogyakarta.