REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sistem birokrasi pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, dinilai masih terindikasi adanya bagi-bagi kursi saat mengisi posisi dalam kabinet.
"Bagi-bagi kursi dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK dipertontonkan dengan jelas ini sangat mengecewakan," kata mantan Menpan-RB periode 2011-2014, Azwar Abubakar di Cafe Penus, Jakarta, Rabu (27/5).
Menurut Azwar ada ratusan jabatan yang dibagi-bagi hanya berdasarkan konpensasi politik, yang menjadi penyebab utama buruknya pelaksanaan pemerintah saat ini sehingga layanan publik jadi sangat jelek. "Banyak perekrutan dan pengangkatan atau rotasi Jabatan tinggi PNS yang hanya didasarkan pada kepentingan kelompok dan pertemanan politik," ujarnya.
Seharusnya, tambah Azwar, dalam perekrutan pejabat atau Aparatur Sipil Negara, seharusnya Indonesia mengikuti cara yang dilaksanakan di Korea dimana menteri tidak ikut serta dalam merekrut pejabat atau pegawai. Tetapi dibentuk panitia khusus yang diberi kewenangan untuk melakukan itu.
"Jadi, pemerintah Korea merekrut pejabat esalon satu dan dua dengan seleksi terbuka dan transparan sesuai standar yang sudah diatur. Model itu juga tidak hanya diberlakukan di pusat namun juga di tingkat daerah yang membawahi Sekda di dalamnya," ujarnya.
Ditemui di tempat yang sama, Mantan gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Harun Alrasyid mengatakan lelang jabatan dan jual beli jabatan semakin terdengar baru-baru ini. Menurutnya, suasana saat ini kacau, dikarenakan dengan adanya praktik tersebut jabatan tidak didasarkan dari kualitas seseorang.
"Lelang jabatan boleh, tapi harus melihat kualitas, profesionalisme, rekam jejak seseorang juga harus dilihat dan dilacak. Jika karir dan pengalamanyang dilihat dari awal, maka efeknya akan bagus bagi negara ini, tapi dalam praktiknya yang berpengalaman banyak dikesampingkan malah yang hanya terlihat ahli saja yang banyak," katanya.