REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Ade Armando sepertinya gentar juga dengan kecaman terhadapnya. Itu setelah ia menulis status kontroversial dengan menyebut 'Allah bukan orang Arab'.
Tidak hanya dikecam, Ade dituding telah melakukan penistaan agama. Tak heran, seorang bernama Johan Khan melaporkannya ke Polda Metro Jaya pada Sabtu, (23/5). Ade dilaporkan atas tuduhan penistaan agama, yaitu pasal 156 A dan atau pasal 28 (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Ade pun akhirnya membuat tulisan bantahan atas statusnya yang menyamakan Allah dengan makhluk. Melalui madinaonline.id yang dikelolanya, ia membuat tulisan berjudul 'Allah Bukan Orang Arab. Allah Pencipta Orang Arab'.(Baca: Sebut Allah Bukan Orang Arab, Ade Armando Dilaporkan ke Polisi)
Dia mengaku telah difitnah sehingga perlu meluruskan status yang dibuatnya di Twitter dan Facebook. Berikut klarifikasi Ade Armando:
Dalam beberapa hari terakhir ini, ada penyebaran fitnah melalui media sosial bahwa saya menyamakan Tuhan dengan manusia.
Itu tentu saja tuduhan keji. Saya mendoakan mereka yang menyebarkan fitnah itu dapat dibukakan hati dan dimaafkan oleh Allah. Doa ini diperlukan karena fitnah pada dasarnya adalah sebuah kejahatan yang bahkan sering dikatakan sebagai ‘lebih kejam dari pembunuhan’. Jadi daripada para pemfitnah itu masuk neraka, lebih baik saya doakan agar Allah memaafkan mereka.
Saya anggap saja, para penyebar fitnah itu sebenarnya tidak jahat.
Penyebaran fitnah itu terjadi setelah saya membuat status di Facebook saya (20 Mei 2015) untuk mengomentari pernyataan Menteri Agama bahwa dia akan membuat festival membaca Al Quran dengan berbagai langgam yang ada di Nusantara.
Bagi saya, ide Menteri Agama itu adalah gagasan yang hebat dan perlu didukung. Saya selalu percaya bahwa ayat-ayat Allah yang termuat dalam Al Quran harus disampaikan pada masyarakat luas melalui beragam cara. Tidak ada satu cara tunggal untuk menyampaikan kalam Allah. Orang Arab menyampaikannya dengan cara Arab, orang Jawa dengan cara Jawa, dan orang Swedia dengan cara Swedia (Anda bisa tambahkan sendiri contoh-contoh lain).
Begitu juga media penyampaiannya. Bisa dengan mengaji di surau, MTQ, barzanji, qasidah tapi juga dengan langgam Jawa, Sunda, Minang, musik pop, rock, seriosa atau hiphop. Dan bukan cuma itu, ayat-ayat Allah itu bisa disampaikan melalui novel, film, sinetron, teater, komik, meme, atau kalau perlu game online.
Tentu tak ada sesuatu yang baru dengan ini semua. Islam menyebar di Indonesia melalui media lokal tradisional.
Masalahnya memang saat ini ada sebuah gejala yang mengganggu. Ada kelompok-kelompok dalam masyarakat yang terus menyuarakan gagasan bahwa kebudayaan Islam adalah kebudayaan Arab. Gejala kearab-araban itu terlihat dari gaya berpakaian, gaya bicara, gaya berkesenian atau juga gaya berpikir. Gejala ini berlangsung akibat propaganda internasional kaum Wahabi di Saudi Arabia yang dalam beberapa dekade terakhir berusaha menjadikan Kerajaan Saudi Arabia sebagai pusat Islam dunia.
Dalam kasus tertentu di Indonesia, ada pemuka agama yang mengubah nama domestiknya menjadi nama Arab. Atau ada politisi yang dengan sengaja menggunakan segenap atribut kearaban utuk membangun citra kesolehan dia. Semua berasal dari cara pandang, Islam adalah Arab.
Dalam konteks inilah, gagasan Menteri Agama layak disambut gembira. Di satu sisi, ayat-ayat Allah bisa menyebar lebih luas dengan memanfaatkan kedekatan budaya dengan masyarakat yang beragam. Di sisi lain, ini menjadikan Islam sebagai agama universal yang tidak terpusat pada segala sesuatu yang berbau Arab.
Karena itu saya menulis di status saya: “Allah kan bukan orang Arab. Tentu Allah senang kalau ayat-ayat-Nya dibaca dengan gaya Minang, Ambon, Cina, Hiphop, Blues …”
Status ini ternyata mendapat respons luar biasa. Sampai 22 Mei, tercatat ada 560 komentar, dan status itu di-share 123 orang.
Hanya saja, ternyata ada banyak pihak yang memfitnah bahwa dalam status FB itu saya menyatakan bahwa “Allah adalah orang”.