Senin 18 May 2015 06:17 WIB
Vonis Mati Mursi

Vonis Mati Mursi Dianggap tak Memenuhi Standar Internasional

Rep: Dyah ratna meta novia/ Red: Winda Destiana Putri
hukuman mati (ilustrasi)
hukuman mati (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Tokoh Senior Ikhwanul Muslimin Mohamed Soudan mengatakan, vonis mati yang dijatuhkan kepada mantan Presiden Mesir Muhammad Mursi sangatlah konyol.

Mereka bersikeras menghukum mati kepada siapa saja yang terlibat dalam Revolusi 25 Januari empat tahun lalu.

"Semua vonis yang mereka putuskan tak memenuhi standar hukum internasional. Mereka sangat konyol dengan memberikan vonis mati itu dan akan dinilai sebagai rezim dengan kudeta yang gagal," kata Soudan di pengasingannya di Inggris, seperti dilansir Aljazirah, Ahad (17/5).

Di tempat terpisah, Asisten Profesor Jurusan Sejarah di Universitas Georgetown Qatar, Abdullah al-Arian mengatakan, hukuman mati yang dijatuhkan kepada Mursi tidak akan membuat kaget bagi orang-orang yang mengikuti perkembangan politik di Mesir selama dua tahun belakangan.

"Vonis mati yang diberikan hanyalah berasal dari pengadilan yang dipolitisasi, apalagi sidang yang dilakukan semuanya tak sesuai dengan standar hukum yang ada."

Saat ini, ujar al-Arian, Pengadilan Mesir hanya melakukan permainannya untuk menguatkan kekuasaan rezim baru di Mesir. Ini terlihat dari adanya upaya membungkam semua perbedaan pendapat dan mengembalikan kekuatan penuh sistem otoriter yang ada di Mesir selama berpuluh-puluh tahun.

Pengamat Politik Yehia Ghanem mengatakan, sebenarnya hukuman mati yang diberikan kepada Mursi sudah bisa diprediksi.  Meski hukuman mati harus disetujui otoritas agama tertinggi, Mufti Agung, menurutnya keputusan Mufti Agung tidak menarik bagi pengadilan.

Mursi akan dihukum mati dengan tuduhan pembunuhan dan penculikan aparat kepolisian Mesir. Ia juga dituduh melakukan penyerangan fasilitas kepolisian dan melakukan kerja sama dengan militan asing pada Revolusi 25 Januari. Namun Ikhwanul Muslimin menilai vonis kepada Mursi hanyalah berdasarkan permainan politik yang jelas tidak adil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement