REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Kementerian Sosial (Kemensos).
Dengan regulasi tersebut, akan ada penambahan direktorat jenderal (ditjen) baru di Kemensos. Yakni, Ditjen Penanganan Fakir Miskin. Sebelumnya, penanganan fakir miskin berada di bawah Ditjen Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kemensos.
Sosiolog UGM Sunyoto Usman berpendapat, pendirian ditjen baru tersebut bisa dipertimbangkan sebagai langkah efisiensi dalam menanggulangi kemiskinan. Asalkan, lanjut dia, Ditjen Penanganan Fakir Miskin ini bekerja dengan memperhatikan, bahwa tugas pengentasan kemiskinan sebenarnya dijalankan tidak hanya oleh Kemensos, melainkan seluruh kementerian dan lembaga lainnya.
Lantaran itu, Sunyoto meminta agar ditjen baru ini tidak lagi membuat program penanggulangan kemiskinan lagi. Akan tetapi sebaiknya, tegas Sunyoto, Ditjen Penanganan Fakir Miskin fokus pada soal sinergi pengentasan kemiskinan melalui program lintas-sektoral di pemerintahan pusat hingga daerah.
"Yang sekarang kurang kan komunikasi, kerja sama, koordinasi itu. Maka, peran ditjen ini ke sana. Jangan membuat program penanggulangan kemiskinan lagi," kata Sunyoto Usman saat dihubungi, Senin (11/5).
"Itu (membuat program baru) redundant nanti dengan banyak hal yang sudah dilakukan oleh kementerian lain, oleh (pemerintah) kabupaten/kota," lanjut dia.
Sunyoto juga menegaskan, pengentasan kemiskinan bukan hanya soal bagaimana memberikan bantuan tunai kepada masyarakat fakir. Karena itu, kata dia, urgen sekali kerja sama yang serius oleh semua lembaga pemerintahan. Dengan begitu, diharapkan target penurunan angka kemiskinan satu persen per tahun bisa dipenuhi.
"(Pengentasan kemiskinan) ini bukan soal pendapatan. Ini sebagian itu soal kulltur juga, struktur karena ada kemiskinan struktural. Ini tidak bisa kayak orang sakit flu diobati obat generik," pungkasnya.