Senin 11 May 2015 14:00 WIB

Lokasi Bandara Baru Yogyakarta Digugat Warga

Rep: Yulianingsih/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah pekerja memasukkan tas para penumpang ke dalam bagasi pesawat Lion Air rute Yogyakarta - Jakarta di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta, Rabu (29/2). Pemprov DIY mewacanakan pembangunan bandara baru untuk menggantikan Bandara Adi Sucipto di Kabupaten
Foto: Antara Foto
Sejumlah pekerja memasukkan tas para penumpang ke dalam bagasi pesawat Lion Air rute Yogyakarta - Jakarta di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta, Rabu (29/2). Pemprov DIY mewacanakan pembangunan bandara baru untuk menggantikan Bandara Adi Sucipto di Kabupaten

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Surat keputusan Gubernur DI Yogyakarta (DIY) nomor 68/KEP/2015 tentang penetapan lokasi pembangunan (IPL) untuk pengembangan bandara baru di DIY di wilayah Kulonprogo, digugat oleh warga.

Sebanyak 43 warga terdampak pembangunan bandara yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) bersama kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mendaftarkan gugatan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta, Senin (11/5).

Warga terdampak pembangunan bandara yang menggugat tersebut berasal dari tiga desa yaitu Desa Glagah, Desa Paliyan dan Desa Sindutan Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo, DIY. Selain 43 warga yang mengajukan gugatan ratusan warga dari lima desa terdampak juga ikut ke PTUN DIY. Mereka menggelar aksi dukungan pendaftaran gugatan tersebut.

Mereka datang ke Kantor PTUN DIY dengan mengendarai enam mobil terbuka dan puluhan kendaraan roda dua. Selain menggelar orasi mereka juga membawa bendera hitam sebagai tanda duka cita dan beberapa spanduk bertuliskan antara lain 'Bandara berarti perang, tanah produktif bukan untuk ditanami beton, stop kriminalisasi, cabut UU keistimewaan dan  suara rakyat suara tuhan'.

Hamzah Wahyudin, Kepala Departemen Advokasi LBH Yogyakarta mengatakan, pembangunan bandara baru DIY di Kecamatan Temon Kabupaten Kulonprogo sesuai SK IPL Gubernur tersebut akan berdampak pada lima desa yaitu, Glagah, Palihan, Sindutan, Jangkaran, dan Kebonrejo. Sebagian besar penduduknya adalah petani dan pemilik lahan pertanian di wilayah yang akan dibangun bandara tersebut.

"Kita ajukan gugatan PTUN karena beberapa alasan, salah satunya proses pembuatan SK tersebut tidak sesuai prosedur," katanya.

Menurutnya, harusnya sebelum dikeluarkan SK IPL dilakukan sosialisasi dan konsultasi publik dengan warga. Namun kenyataanya sosialisasi dan konsultasi publik yabg dilakukan tidak tranparan dan tidak bertanggungjawab. "Banyak warga tidak dilibatkan, bahkan ada upaya penghadangan warga," katanya.

Selain itu SK IPL yang dikeluarkan Gubernur DIY ini juga terbukti melanggar asas pemerintahan yang baik. SK IPL tersebut kata dia juga melanggar UU tata ruang nasional karena pembangunan bandara di wilayah pesisir Kulonprogo berpotensi terkena bencana tsunami.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement