Rabu 06 May 2015 06:47 WIB

Rektor: Radikalisme tak Dapat Ditangani dengan Cara Represif

Salah satu warga Amerika Serikat anggota ISIS
Foto: youtube
Salah satu warga Amerika Serikat anggota ISIS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Dede Rosyada menyatakan gerakan radikalisme tidak dapat ditangani dengan cara represif sebagaimana diterapkan pemerintah Orde Baru. "Sekarang pemerintah dan negara harus hadir melindungi rakyatnya dari ancaman gerakan tersebut terutama dengan memperkuat ideologi bangsa dan ekonomi rakyat," kata Dede di Jakarta, Selasa (5/5).

Menurut dia, penguatan ideologi dan meningkatkan kemakmuran rakyat penting dilakukan karena radikalisme merasuki masyarakat dengan memanfaatkan kelemahan ideologi dan keterpurukan ekonomi, di samping dengan cara kekerasan fisik dan senjata. "Bila itu dilakukan maka salah satu ruang gerakan radikalisme agama, terutama ISIS, akan tertutup. Ancaman radikalisme itu pasti akan dengan sendirinya mentah," kata Dede.

Ia mengungkapkan bahwa saat ini 'ring of fire' ISIS di Indonesia ada tujuh titik, antara lain DKI Jakarta, Tangerang (Banten), dan Depok (Jawa Barat). "Meski belum nyata di Indonesia, tapi kita jangan sampai lengah, apalagi sampai kecolongan. Mereka sangat lihai dengan memanfaatkan berbagai lini kehidupan masyarakat, terutama para generasi muda," katanya. Karena itu, dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak untuk menyelamatkan masa depan bangsa Indonesia dari ancaman radikalisme dan ISIS.

Sementara itu, Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Prof Dr Irfan Idris mengungkapkan bahwa radikalisme dan ISIS telah menjadi ancaman global. Pemerintah dan rakyat harus bisa menjalin sinergi untuk mengantisipasi dan menanggulangi propaganda dan ancaman yang dilakukan kelompok radikal, terutama ISIS. "Apalagi di era modern sekarang ini, kita harus bisa solid di segala lini masyarakat sehingga sekecil apa pun gerakan radikalisme itu, sudah bisa kita ketahui dan kita cegah sedini mungkin," kata Irfan.

Ia mencontohkan, saat di setiap provinsi sudah ada Koordinator Dakwah Islamiah (Kodi). Setiap Kodi itu pasti memiliki data-data tentang syiar agama di wilayah masing-masing dan dari situ bisa dibuat program yang salah satu tujuannya adalah mencegah masuknya paham radikalisme dan ISIS. "Kita bisa panggil pengurus, bahkan marbot setiap masjid. Kita tingkatkan pengetahuan mereka, kita bekali dengan pemahaman tentang bahaya radikalisme. Saya kira dengan begitu bisa menjadi cara untuk menangkal kegiatan radikalisme," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement