REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI, Jenderal Moeldoko menegaskan, hukuman mati yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia kepada warga negara-negara sahabat, seperti Australia, Brazil dan Perancis lantaran kasus narkoba, tidak mempengaruhi kerja sama di bidang pertahanan.
"Dengan Australia tidak berpengaruh. Brazil juga begitu, bahkan kita ada beberapa alutsista yang masih harus dipenuhi oleh Brazil. Semua berjalan dengan baik," kata Moeldoko di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (4/5).
Ia mengatakan, TNI tidak bisa bersikap reaktif terhadap politik luar negeri karena semua dikendalikan oleh presiden. TNI harus seimbang dalam menyikapi hubungan diplomatik antara Indonesia dengan negara-negara sahabat lainnya.
"Kalau TNI berlebihan menyikapinya takutnya malah blunder. Hubungan politik itu biasa naik turun. Jadi TNI jangan terlalu proaktif dan harus seimbang komunikasinya dengan militer negara sahabat," ucapnya.
Sebelumnya pemerintah Indonesia, telah mengeksekusi mati 14 orang terpidana narkotika. Eksekusi dibagi menjadi dua gelombang. Gelombang pertama adalah, Marco Archer Cardoso Moreira (warga negara Brasil), Rani Andriani (Indonesia), Namaona Denis (Malawi), Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (Nigeria), serta Tommi Wijaya (Belanda), kelimanya dieksekusi di Pulau Nusakambangan, Cilacap.
Sementara seorang lainnya, yakni Tran Thi Bich Hanh (Vietnam), dieksekusi di Boyolali, Jawa Tengah. Selanjutnya, eksekusi gelombang kedua yakni Andrew Chan dan Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Spanyol), Rodrigo Gularte (Brasil), dan Martin Anderson (Nigeria), Sylvester Obieke Nwolise (Nigeria), Okwudili Oyatanze (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia). Sementara eksekusi hukuman mati terhadap Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina) dan Serge Atalaoui (Prancis) ditunda.