REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--Direktur Parlemen Watch Jatim Umar Salahudin mengingatkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk mewaspadai upaya penjegalan dirinya agar tidak bisa maju lagi di Pilkada Surabaya 2015.
"Risma harus punya plan (perencanaan) A, B, C dan seterusnya, jika saat injury time tiba-tiba PDIP membatalkan. Risma perlu menjalin komunikasi politik dengan partai-partai lain. Berlakulah seperti politisi, bukan birokrat," katanya kepada Antara di Surabaya, Sabtu.
Insting politik yang ada selama ini, jika Risma akan diberikan rekomendasi dari PDIP, maka disyaratkan harus bersedia menggandeng Wisnu Sakti Buana yang sekarang menjabat sebagai Wakil Wali Kota Surabaya dan sekaligus Ketua DPC PDIP Surabaya.
Jika Risma demi rekomendasi lantas bersedia menggandeng Wisnu Sakti lagi perlu dipertanyakan, karena selama ini Risma tidak cocok dengan Wisnu.
"Itu namanya kawin politik yang dipaksakan. Tapi kalau PDIP melepas Risma risiko tinggi karena pasti ditangkap oleh partai lain," katanya.
Ia juga menilai jangan-jangan Rismaharini diberikan angin surgawi seakan-akan PDIP Surabaya sudah diinstruksikan oleh pusat agar tetap menjadikan Risma sebagai calon wali kota.
"Ketika Risma merasa mendapat angin surgawi dan yakin mendapat rekomendasi dari PDIP, kemudian Risma lalai dalam membangun komunikasi politik dengan partai-partai lainnya serta menolak lamaran partai lainnya," katanya.
Namun, pada saat "injury time" PDIP memberikan rekomendasi ke Wisnu Sakti sebagai calon wali kota, sementara partai-partai lain berkoalisi sudah punya calon lain dan pendaftaran calon independen ditutup, maka dipastikan peluang Risma maju kembali tidak ada.
Pengajuan PDIP diperkirakan ada dua yang diserahkan ke pusat yang terutama paket Risma-Wisnu dan paket kedua adalah Wisnu dengan calon lain.
Apalagi berdasarkan pengalaman Pilkada Surabaya sebelumnya, calon yang semula dipastikan dapat rekomendasi yakni Saleh Mukadar (Ketua DPC PDIP Surabaya saat itu) dan Bambang DH, namun menjelang detik-detik akhir malah yang mendapatkan rekomendasi Rismaharini dan Bambang DH.
Hal itu tentu saja bisa terulang kembali. Apalagi saat ini sudah beredar spanduk yang tersebar di sejumlah titik dengan slogan "We love Surabaya" yang disingkat WS (Wisnu Sakti). Jika PDIP serius mengusung Risma, maka spanduk yang tersebar seharusnya adalah Risma-Wisnu, bukan WS.
Selain itu, Ketua Umum DPP PDIP Megawati bisa membaca ketidaksetiaan Rismaharini terhadap partai, sehingga buruknya komunikasi antara Risma dengan PDIP di Surabaya membuat tidak ada kontribusi bagi PDIP.
"Itulah politik, tidak ada kawan yang abadi. Sulit membedakan antara menjatuhkan teman atau tetap merangkul teman. Seribu langkah dilakukan dengan tujuan yang sama yakni kekuasaan bisa diraih," ujarnya.