Selasa 28 Apr 2015 20:27 WIB

Negara Kehilangan Triliun Rupiah di Hutan Kekuasaan DL Sitorus

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
DL Sitorus
Foto: Antara
DL Sitorus

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Negara ditaksir merugi Rp 1,3 triliun akibat penguasaan lahan oleh pihak swasta seluas 47 ribu hektare di kawasan hutan register 40 Padang Lawas, Sumatera Utara. Kerugian berdasarkan penghitungan KPK dari tahun 2010-2012.

Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya mengatakan, sejak keputusan Mahkamah Agung 2006 sampai sekarang, penguasaan terhadap lahan seluas 47 ribu hektare dikelola oleh pihak swasta. Kerugian negara sejak tahun 2006 hingga hari ini ditaksir mencapai triliunan rupiah.

"Mereka menguasai aset negara secara ilegal dan terus memperoleh keuntungan. KPK menghitung dari tahun 2010-2012 saja mencapai Rp 1,3 triliun yang seharusnya jadi milik negara," kata Siti dalam keterangan resminya di gedung KPK, Selasa (28/4).

Menurutnya, yang terjadi di lapangan adalah penguasaan yang dilakukan PT Torganda, PT Torus Ganda dan Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit (KPKS) Bukit Harapan yang semuanya milik DL Sitorus.

Siti memastikan, eksekusi terhadap lahan tersebut akan segera dilakukan. Koordinasi dengan pemerintah daerah dan aparat terkait telah dilaksanakan. Dia juga meminta masyarakat di lokasi lahan tak khawatir kehilangan pekerjaan karena roda bisnis akan terus dijalankan.

"Kalau bisa (eksekusi) mulai pekan depan dan masyarakat tak perlu khawatir karena hanya alih manajemen," ujar dia.

Ketua KPK Taufiequrachman Ruki mengatakan, dalam pembahasan yang koordinasi oleh KPK ini, ada berbagai aspek yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan eksekusi. Pertama, kata dia, aspek politis dimana negara harus ada dalam mengatasi kasus ini. Keputusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap harus bisa dieksusi dan mengembalikannya kepada negara.

Kedua, lanjut Ruki, adalah perspektif bisnis. Rantai bisnis tidak boleh berhenti mengingat 13 ribu lebih kepala keluarga menggantungkan hidupnya dari perkebunan ini. Dan ketiga, kata dia, adalah perspektif kemasyarakatan. Negara harus berpihak ke masyarakat.

"Langkah-langkah ini semata-mata diambil untuk mengembalikan keuangan negara, bukan menafikan keberadaan masyarakat," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement