REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan pemerintah tak mau diintervensi oleh pihak manapun terkait eksekusi mati terpidana kasus narkoba. Menhan tegas menolk intervensi pihak asing karena hal itu merupakan urusan pemerintah Indonesia.
"Kami tidak mau diintervensi oleh siapa pun. Apa keputusan Presiden sudah dipikirkan dengan matang, kemudian sudah dikoordinasikan. Itu menjadi keputusan yang terbaik," kata Ryamizard di sela-sela acara Forum Akuntabilitas Nasional Bidang Pertahanan, Selasa (28/4).
Ryamizard pun mendukung sepenuhnya rencana eksekusi mati tersebut. Menurutnya, jangan dilihat dari eksekusi matinya, tapi dampak yang bisa dihasilkan dari bahaya penyebaran narkoba tersebut.
Menurut Menhan, dalam satu hari setidaknya ada 50 orang yang meninggal dunia akibat narkoba. Setidaknya dalam satu tahun ada 18 ribu karena narkoba. "Yang direhab itu 4,5 juta orang. Belum lagi yang tak bisa direhab, kemudian meninggal. Ini (kejahatan) luar biasa," ujarnya.
Terkait ancaman pemutusan hubungan diplomatik dari Brasil, Australia, dan Perancis akibat rencana eksekusi mati tersebut, Ryamizard menegaskan hal itu akan menjadi tugas dari Kemenlu dan para diplomat. "Mereka harus menjelaskan kepada negara-negara tersebut soal penerapan hukuman tersebut dan dampaknya kejahatan narkoba di Indonesia," jelasnya.
Menhan mengatakan tak ada penambahan pengamanan dalam eksekusi mati terpidana kasus narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Menurut dia, pengamanan yang dilakukan Polri dan TNI akan berjalan seperti biasa saat eksekusi tahap pertama.
"Biasa-biasa saja," kata Ryamizard.