REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menyatakan siap mencalonkan diri dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang. Mantan menteri hukum dan peraturan perundang-undangan itu menegaskan akan hadir dalam bursa pencapresan lewat partai bentukannya tersebut.
Ungkapan Yusril sebenarnya berawal dari pertanyaan soal ekspektasi politik PBB dalam lima tahun mendatang. Sebab, nama putra asal Belitung Timur itu, paling diunggulkan dalam bursa pencalonan Ketua Umum PBB dalam Mukhtamar PBB ke IV pekan ini.
Dikatakan olehnya, jika menjadi presiden dirinya siap, apalagi untuk menjadi ketua partai politik bikinannya sendiri. "Kalau kesempatan terbuka, saya akan maju ke pencalonan Presiden 2019 nanti," kata Yusril, lewat pesan singkatnya kepada Republika, Rabu (21/4).
Namun, paling utama saat ini, kata dia adalah menyelematkan PBB dari paceklik suara dalam dua kali pemilu belakangan. Sebab, memang tercatat PBB gagal menghadirkan kadernya di DPR dalam pemilu 2009 dan pemilu 2014. Padahal, saat pemilu sebelumnya PBB mampu menghadirkan kadernya di Parlemen dan bisa mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Bahkan pada 2001 sampai dengan 2009, PBB ambil bagian di tiga periode pemerintahan berbeda. Pada periode pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Peran PBB kembali ada pada massa pemerintahan presiden Megawati dan Hamzah Haz.
Terakhir, hasil pemilu 2004 PBB masuk dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid I, bentukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Namun, pada 2009 dan 2014, PBB tak masuk dalam 10 b-esar partai pemenang pemilu. PBB pun tak bisa mengusung calon presiden dan wakil presiden dengan mandiri, atau pun ko-lektif bersama partai lain.
Sebab, selama dua kali pemilu, PBB tak mampu memenuhi ambang batas minimal perolehan suara nasional sebesar 2,5 persen untuk masuk Parlemen, dan tak bisa jadi bagian dari partai politik gabungan untuk mengusung pencapresan yang disyaratkan sebanyak minimal 25 persen suara nasional.
Tetapi, kegagalan politik PBB itu diharapkan Yusril tak berulang. Terutama soal pencalonan presiden. Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2014, sudah membuat keputusan untuk mengharuskan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presid-en 2019 dilakukan serentak. Itu artinya, ambang batas minimal partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusu-ng pasaangan presiden dan wakil presiden tak lagi perlukan.
Peneliti politik Lembaga Ilmu dan Pengetahuan Indonesia (Lipi), Siti Zuhro mengatakan, apa pun motivasi politik Yusril dalam Pemilu 2019, yang paling penting adalah mengembalikan eksistensi PBB dalam peta politik nasional. Menurut dia, kegagalan PBB selama ini hanya disebabkan oleh tidak jelasnya basis massa partai tersebut.
"PBB harus bisa memetakan basis politiknya untuk mendapatkan gambaran yang jelas seberapa besar dukungan dan pemilihnya," ujar dia.