REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara serentak akan dimulai per tahun ini. Terkait itu, Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso menyatakan, sejak bergulirnya Pilkada langsung pada 2005 silam, pihaknya sudah mengadakan kajian.
Kajian itu, sebut Agus, memantapkan hipotesis bahwa orang-orang yang namanya sudah masuk ke dalam PPATK cenderung menjadi pejabat korup di kemudian hari. Penelitian mengenai perilaku ini berlangsung sejak 2005-2012.
“Hasil akhirnya itu, orang yang sudah pernah terlapor ke PPATK lalu menjadi balon (bakal calon) Pilkada dan terpilih jadi kepala daerah, itu dia akan membentuk perilaku koruptif di lembaganya,” ucap Agus Santoso, Selasa (21/4) di Jakarta.
“Hampir semua kepala daerah yang terproses hukum di KPK maupun Kejaksaan, sebelumnya pernah menjadi terlapor di PPATK ketika mereka masih merupakan orang biasa, alias belum masuk dunia politik,” lanjut dia.
Akhirnya, tegas Agus, Indonesia marak memiliki budaya birokrasi yang korup. Lantaran, kalau seorang bupati atau walikota korup, pasti jajaran di bawahnya akan korup.
“Karena sudah jadi mafia birokrasi,” ucap dia.
Dari poin inilah, tutup Agus, partai-partai politik dapat memosisikan lembaganya sebagai benteng awal untuk mengusir perilaku korup dari perpolitikan daerah maupun nasional. Agus lantas mengimbau, agar parpol pada penyelenggaraan Pilkada serentak tahun ini, kembali pada fungsinya di kancah demokrasi.
“(Parpol) jadi instrumen untuk pembaruan Indonesia. Jangan parpol itu malah jadi sarana untuk memilih orang yang bakal jadi rampok,” tegas dia.