Sabtu 18 Apr 2015 06:37 WIB

Pemerintah Disarankan tak Terima Hibah Pesawat Dulu

Rep: c82/ Red: Esthi Maharani
Sejumlah prajurit TNI AU melakukan proses evakuasi badan pesawat tempur F16 yang terbakar di ujung landasan pacu Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (16/4). (Republika/Edwin Dwi Putranto)
Sejumlah prajurit TNI AU melakukan proses evakuasi badan pesawat tempur F16 yang terbakar di ujung landasan pacu Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (16/4). (Republika/Edwin Dwi Putranto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi I Hanafi Rais meminta pemerintah mengevaluasi penerimaan hibah pesawat dari negara lain. Hal tersebut terkait jatuhnya pesawat F16 dengan tail number TS-1643 di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur kemarin.

"Jadi pelajaran bahwa kalau menerima barang hibah harus selektif. Insiden kemarin beri peringatan pesawat hibah harus dievaluasi," kata Hanafi di Gwdung DPR, Jakarta, Jumat (17/4).

Hanafi mengatakan, sebaiknya pemerintah mengevaluasi dulu apa yang salah dengan proses hibah sehingga menyebabkan jatuhnya pesawat dari Amerika Serikat tersebut. Ia pun meminta pemerintah untuk lebih memilih pesawat baru dan tidak lagi membeli pesawat bekas untuk menghindari kejadian serupa kembali terulang.

"Pemerintah sebaiknya tidak menerima hibah dulu dan fokus beli yang baru dengan harga pasar yang jelas. Ini pintu masuk pemerintah untuk serius bangun industri pertahanan Indonesia," ujarnya.

Menurut politikus PAN itu, jika ingin serius membangun industri pertahanan, maka pemerintah harus fokus membangun alutsista. Hal tersebut, lanjutnya, harus dimulai dari sekarang dengan mengevaluasi proses hibah pesawat.

"Kalau hibah kurang meyakinkan kita punya pilihan, kita ada opsi lain. Tapi kita tunggu evaluasi pemerintah dan DPR," ujar Hanafi.

Pesawat F16 dengan tail number TS-1643 jatuh di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur Kamis (16/4) pagi. Pesawat tersebut merupakan hibah dari Amerika Serikat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement