REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Pembela Hak Sipil Politik KontraS, Putri Kanesia mengatakan, dualisme sikap pemerintah dalam kasus eksekusi mati menyudutkan posisi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Setidaknya masih ada ratusan TKI yang terancam eksekusi mati terancam tak bisa mendapat pembelaan.
Menurut dia, dualisme pemerintah, di satu sisi kecewa atas tindakan Arab Saudi yang mengeksekusi buruh migran Indonesia. Namun, pemerintah Indonesia juga sedang memberlakukan hal yang sama bagi warga negara asing yang berstatus terpidana mati.
Terlepas dari esensi hukuman mati yang masih bisa diperdebatkan, posisi dualisme pemerintah berujung pada sulitnya negara lain yang menjatuhkan hukuman mati WNI untuk mencabut tuntutannya. Hal itu menuntut komitmen pemerintah untuk bisa melakukan upaya cerdas untuk melindungi warga negaranya.
"Pemerintah harus bisa menyediakan bantuan hukum yang kuat, dan memperbaiki hubungan diplomatik dengan negara negara lain yang menjadi penadah buruh migran kita," ujar Putri saat menghadiri pernyataan sikap bersama di kantor Migran Care, Kamis (16/4).
Selain itu, menurut Putri, pemerintah harus bisa untuk menghapuskan hukuman mati di Indonesia. Pasalnya, hukuman mati bukanlah penyelesaian perkara. Hukuman mati merupakan pelanggaran hak dasar manusia.
Dia melanjutkan, kedua negara, baik Arab Saudi dan Indonesia sudah sama sama menandatangani konvensi perlindungan hak sipil politik. Konvensi tersebut di dalamnya sepakat untuk tidak melegalkan hukuman mati.