REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum tata negara Irman Putra Sidin mengatakan, jangan sampai ada hipotesis yang berkembang di masyarakat tentang hubungan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla, seolah-olah retak karena pembentukan Kantor Staf Khusus Kepresidenan.
"Pembentukan Kantor Staf Kepresidenan yang didasarkan oleh Perpres Nomor 26 Tahun 2015 jangan sampai menimbulkan hipotesis hubungan Joko Widodo dan Jusuf Kalla menjadi retak," katanya di Jakarta, Senin (13/4).
Irman mengatakan, indikasi keretakan itu timbul karena pembentukan staf khusus yang tugas dan kewenangannya sama dengan pembantu presiden lainnya seperti menteri dan wapres.
"Indikasi itu muncul karena masyarakat melihat dengan pembentukan staf khusus yang tumpang tindih karena kewenangannya sama, bahkan lebih dari para menteri dan wapres sebagai pembantu utama yang diatur dalam konstitusi," jelasnya.
Ia mempertanyakan kekurangan kewenangan wapres sebagai pembantu presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintah.
"Wapres bisa dilekatkan posisi untuk mengevaluasi kabinet dan segala perangkat pembantu serta lembaga negara yang bertanggung jawab pada presiden sehingga staf khusus ini jadi bertubrukan kewenangannya dengan wapres, menteri dan menko," katanya.
Irman menambahkan, jika opini publik yang terbangun terkait masalah ini terus terpelihara bahwa ada keretakan dalam hubungan presiden dan wakilnya maka akan berbahaya bagi republik ini.
"Rumah tangga ini bisa goyah kalau seperti itu. Hubungan presiden dengan wapres dan menteri adalah permasalahan serius dalam hal ini," ujarnya.
Menurutnya dalam pasal 2 dan 3 Perpres Nomor 26 Tahun 2015 mengenai tugas dan fungsi staf kepresidenan, dipandang sangat riskan karena dapat terjadi tumpang-tindih dengan sekretaris kabinet, sekretaris negara serta kemenko.
Seperti fungsi administrasi dan politik pemerintahan yang menjadi tugas staf kepresidenan sudah banyak dilakukan oleh mensesneg dan setkab.