REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu kuasa hukum Suryadharma Ali (SDA), Jhonson Panjaitan mengatakan kliennya siap tempur terkait kasusnya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pihaknya pun telah menyiapkan beberapa langkah.
"Tentu kita selanjutnya akan siapkan saksi-saksi dan bukti," kata Jhonson, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (8/4).
Hal itu disampaikan dia usai Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak seluruh gugatan praperadilan yang diajukan SDA. Hakim tunggal Tatik Hadiyanti menetapkan sah atau tidaknya penetapan tersangka bukan ranah praperadilan.
Mengenai kasus kliennya yang saat ini ditangani KPK, ia mengatakan, tidak terdapat kerugian negara. Karena, ia mengaku, sudah mendapat keterangan dari BPK bahwa belum adanya surat permintaan penghitungan kerugian negara dari KPK.
"Tentu nanti kita akan menanyakan kepada BPKP apakah sudah ada surat permintaan dan penghitungan juga. Walaupun diproses persidangan sudah terlihat bahwa belum ada," katanya menjelaskan.
Jhonson juga mengaku heran dengan kinerja KPK. Sebab, kliennya sudah setahun lamanya ditetapkan menjadi tersangka, namun kasusnya seperti jalan di tempat.
"Dalam proses kan sudah ada dalam satu tahun, jadi jangan memojokan BPKP. Seolah-olah dia (KPK) tidak profesional karena permohonannya sudah lama dan sekarang tidak keluar dan itu sama saja memojokan lembaga negara yang lain. Padahal akibat dari kedidakbecusan proses perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh KPK," katanya menjelaskan.
Kendati demikian, ia akan mendiskusikan terlebih dahulu dengan SDA terkait proses hukum di KPK. "Selanjutnya kami akan konsultasi kembali dengan SDA, karena kan secara normatif sudah tidak bisa banding ataupun kasasi. Kami harus masuk ke hukum perkara," kata Jhonson menegaskan.
Sebagaimana dietahui sebelumnya, SDA ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 22 Mei 2014 atas kasus dugaan tindak pidana korupsi penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2010 hingga 2013. Ia disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999.