REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Informasi Pusat (KIP) RI menilai, pemblokiran 22 situs Islam oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) merupakan tindakan represif pemerintah. Menurutnya, dilihat dari luar, proses pengambilan keputusan untuk memblokir situs-situs tersebut cenderung dilakukan secara tertutup.
Komisioner KIP, Yhannu Setiawan menjelaskan, Indonesia saat ini sedang gencar membangun demokrasi yang sehat, bukan menghidupkan model pemerintahan yang otoriter. Bagaimanapun juga, lanjut Yhannu, publik berhak mengetahui hal-hal apa saja yang mendasari setiap keputusan yang diambil oleh pemerintah.
“Baik keputusan yang diambil secara yuridis, sosiologis, maupun hal lainnya,” kata dia.
Yhannu menegaskan, Undang-Undang telah menjamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi dari badan publik terkait semua tahapan-tahapan dalam proses pengambilan keputusan, pertimbangan-pertimbangannya, orang-orang yang terlibat, dan juga dokumen-dokumen pendukung lainnya. Hal itu terdapat dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan PERKI No.1/2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik.