REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VII DPR meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan menaikkan harga BBM jenuis premium. Kenaikan BBM sebesar Rp500 para 28 Maret lalu, dinilai memberatkan rakyat.
"Kami meminta pada pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan menaikkan harga BBM karena hal tersebut jelas tidak pro rakyat," kata Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika, di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, Senin (30/3) malam.
Menurutnya di samping waktu pelaksanaan kebijaksanaan tidak tepat, karena bersamaan dengan naiknya tarif listrik dan harga barang pokok, pemerintah juga perlu menjelaskan dan melakukan sosialisasi secara masif tentang mekanisme atau skema pengalihan subsidi dari sektor konsumtif (BBM) ke sektor produktif (infrastruktur, kesehatan, pendidikan).
"Yang paling penting pemerintah juga harus menjelaskan pada masyarakat tentang selisih antara harga keekonomian dengan harga jual premium karena subsidi BBM jenis premium tidak dialokasikan dalam APBN-P 2015," jelasnya.
Seperti diketahui, Komisi VII DPR menggelar rapat dengan Menteri ESDM Sudirman Said terkait kenaikan harga BBM. Dalam rapat itu Sudirman mengatakan kenaikan BBM dipicu naiknya harga minyak mentah atau Indonesian Crude Price (ICP) dari 45,3 dolar per barel menjadi 53,76 dolar per barel pada Januari hingga Maret 2015.
Selain itu faktor lain yang mempengaruhi naiknya harga BBM yaitu melemahnya kurs rupiah dari asumsi semula Rp12.500 menjadi Rp13.021 per dolar pada 30 Maret 2015.
Karena kedua faktor tersebut, harga keekonomian premium, solar, dan BBM jenis lain mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu Rp7.900 dari semula Rp6.900 per liter untuk premium dan Rp7.900 dari semula Rp6.900 per liter untuk solar.
"Tapi untuk melindungi sektor riil kami lakukan penyesuaian sehingga harga premium (penugasan) kami putuskan Rp7.300 dan solar Rp6.900," ujarnya.
Untuk menutup selisih antara harga keekonomian premium dengan harga yang ditetapkan pemerintah, pihaknya telah menginstruksikan PT Pertamina (Persero) untuk menginventarisasi untung dan rugi yang diakibatkan penetapan harga BBM per bulan sehingga pada akhir tahun mendatang dapat dilihat apakah BUMN tersebut mendapat untung atau merugi.
Sedangkan untuk solar, selisihnya ditutup dengan subsidi yang diberikan pemerintah sebesar Rp1.000 per liter.
"Tujuannya agar masyarakat tetap bisa melakukan berbagai kegiatan tanpa terbebani kenaikan harga BBM yang tinggi," katanya.
Pemerintah per 28 Maret 2015 menetapkan harga premium di luar Jawa-Bali menjadi Rp7.300 dari sebelumnya Rp6.800 per liter, solar subsidi menjadi Rp6.900 dari sebelumnya Rp6.400 per liter, dan premium nonsubsidi di wilayah Jawa, Madura, Bali menjadi Rp7.400 dari sebelumnya Rp6.900 per liter.
Sebelumnya, pada 1 Maret 2015, harga premium wilayah penugasan di luar Jawa-Bali mengalami kenaikan Rp200 dari Rp6.600 per 1 Februari 2015 menjadi Rp6.800 per liter.
Sementara, harga premium nonsubsidi di wilayah Jawa dan Bali ditetapkan Pertamina juga mengalami kenaikan Rp200 menjadi Rp6.900 per liter mulai 1 Maret 2015.
Untuk harga minyak tanah dan solar bersubsidi per 1 Maret 2015, pemerintah memutuskan tetap masing-masing Rp2.500 dan Rp6.400 per liter.