REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Effendy Simbolon menilai langkah pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) telah melanggar hukum. Sebab pemberlakuan harga baru tersebut dilakukan tanpa izin, dan bahkan tanpa berkonsultasi dengan DPR RI.
Effendy mengatakan seharusnya anggota DPR tak tutup mata melihat kesewenang-wenangan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) dalam mengelola sektor vital milik rakyat.
"Menurut saya, persoalan kenaikan BBM ini dilakukan angket," katanya saat ditemui di Gedung MPR/DPR RI, Jakarta, Senin (30/3).
Anggota Komisi VII DPR itu menegaskan, sejak November 2014 pemerintah tak sekalipun menjelaskan soal alasan naik dan turunnya harga BBM bersubsidi. Padahal menurutnya, DPR sebagai pemegang mandat rakyat, berhak tahu soal mekanisme pemerintah dalam mengubah harga BBM.
Karena lantaran bukan kali ini saja Presiden Jokowi memutuskan untuk meninggikan harga jenis BBM, maka perlu bagi DPR melakukan penyelidikan soal satuan harga pasti BBM versi pemerintah, serta mekanisme pemberlakuan harga, serta pendistribusiannya.
"Jokowinya yang harus menjelaskan kepada DPR. Bukan menterinya," jelasnya.
Seperti diketahui, pemerintah pada 28 Maret, mengumumkan resmi perubahan harga BBM. Dikatakan, BBM jenis premium mengalami naik harga sebesar Rp 500, dari harga semula Rp 6.900 per liter. Harga bahan bakar solar pun mengalami kenaikan dengan besaran yang sama, dari Rp 6.400 per liter, menjadi Rp 6.900.
Kenaikan harga terakhir ini, adalah yang kedua kalinya sejak Presiden Jokowi mulai memimpin pemerintahan pada Oktober 2014. Kenaikan pertama, terjadi pada November 2014. Meskipun, pada Desember 2014, pemerintah pernah kembali menurunkan harga BBM bersubsidi dari harga kenaikan pertama.
Kenaikan harga tersebut, sebenarnya dimaksudkan untuk me-ngurangi subisidi pemerintah atas konsumsi BBM nasional. Pun pemerintah menjadikan Peraturan Presiden (PP) 191/ 2014, yang menyatakan bahan bakar premium tidak lagi disubsidi, sebagai dasar hukum menaikkan harga BBM.
Akan tetapi, dilanjutkan Effendy, dasar hukum pemerintah itu tak pernah bisa dijadikan alasan menaikkan harga BBM. Sebab, kata dia, ada peraturan yang lebih tinggi dari PP, yakni Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang memaksa pemerintah u-ntuk tidak melepaskan harga BBM nasional ke dalam mekanisme pasar global dan pencabutan subisidi.