REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti penyakit flu burung Chairul Anwar Nidhom menilai bahwa kasus flu burung masih terjadi dan terulang di Indonesia karena pemerintah yang tidak fokus.
Menurutnya, kasus flu burung selalu terulang di Tanah Air karena pemerintah tak berkonsentrasi untuk mengatasinya. Padahal, negara-negara lain seperti Malaysia dan Thailand bisa bebas flu burung.
“Kenapa demikian? Sebetulnya Thailand belajar dari Indonesia, ternyata Thailand bebas dan Indonesia belum. Karena, kita tidak fokus terhadap penyakit-penyakit ini,” katanya kepada Republika, Sabtu (28/3).
Menurutnya, cara untuk memberantas penyakit ini adalah dengan menyelesaikan program vaksin. Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Avian Influenza Research Center Universitas Airlangga (Unair) ini menilai, kalau vaksin flu burung untuk manusia diteruskan proyeknya di Indonesia dan sampai selesai, negara ini bisa terbebas dari infeksi flu burung.
“Tinggal political will dari pemerintah karena semua sudah siap, termasuk Biofarma sebagai produsen. Jadi, kesimpulannya kita mau atau tdk menyeselsaikan masalah penyakit infeksi ini,” katanya.
Pihaknya juga sudah menawarkan kepada pihak Kementerian Kesehatan untuk membantu analisis keganasan kuman dan model penularan flu burung. Di AIRC-Unair, kata dia, ada hewan ferret yang bisa menunjukan bagaimana karakter kuman flu burung yang menginfeksi. “Tetapi hingga saat ini belum ada respon,” ujarnya.
Hewan ini memang diharuskan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) jika akan menguji vaksin flu burung. Ferret merupakan hewan standar yang memiliki kepekaan seperti tubuh manusia. Jika diuji ke ferret, hasilnya segera bisa diketahui apa penyakitnya disebabkan flu burung atau kuman lain, apa bisa menular antar manusia atau tidak, dan tingkat keganasannya bagaimana. Hewan ferret ini disebutnya tidak ada di Indonesia.
“Kami impor dari luar negeri dan harganya per ekor Rp 10 juta,” katanya.