REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi Jakarta kembali menggelar rapat pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok pada Selasa (24/6/2025). Namun, pembahasan pasal per pasal dalam raperda itu berlangsung alot, sehingga Pansus meminta perpanjangan waktu.
Ketua Pansus Raperda Kawasan Tanpa Rokok DPRD Provinsi Jakarta, Farah Savira, mengatakan pihaknya baru melakukan pembahasan sampai pasal 5 draf Raperda Kawasan Tanpa Rokok, yaitu mengenai pendefinisian kawasan. Menurut dia, pendefinisian kawasan dalam raperda ini menjadi hal yang sangat penting untuk diperjelas.
"Jadi memang tadi akan banyak pembahasan dan memang kami akan perpanjang waktunya untuk bahasan ini," kata dia, Selasa.
Farah mengungkapkan, semula pembahasan pasal per pasal itu ditargetkan dapat selesai dalam dua hari rapat. Namun, pembahasan nyatanya tidak selesai. Karena itu, Pansus Raperda Kawasan Tanpa Rokok memint perpanjangan waktu untuk melakukan pembahasan, sebelum hasilnya diserahkan ke Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Jakarta.
"Kalau diketok, ini berlaku sebenarnya kalau proses berlaku untuk semua pansus, perpanjangan waktunya dan sampai bulan akhir September," kata dia.
Ia mengakui, pemintaan perpanjangan waktu untuk pembahasan itu akan membuat target penyelesaian Raperda Kawasan Tanpa Rokok mundur. Namun, ia menargetkan raperda itu dapat rampung pada tahun ini.
"Harapannya memang, selesai dan tidak selesai pembahasan di Pansus, akan diserahkan ke Bapemperda. Itu memang sudah disepakati dan harapannya bisa diselesaikan di Pansus, juga di Bapemperda juga lebih ringan kerjanya," kata dia.
Farah mengakui, pembahasan Raperda Kawasan Tanpa Rokok itu dapat menimbulkan pro dan kontra dari sejumlah pihak. Karena itu, pihaknya menghadirkan semua pihak dalam pembahasan raperda itu, mulai dari pengusaha, asosiasi perokok, pengelola gedung, dan lainnya.
Menurut dia, sejumlah perwakilan dari mereka sudah menyampaikan pendapatnya dalam rapat. Beberapa pengelola gedung bahkan sudah membuat pemisahan tempat untuk masyarakat yang merokok.
"Cuma memang, tapi ada beberapa tempat yang masih dicampur. Kita ngomongin soal restoran, cafe. Makanya, kita prinsipnya berdasarkan data, berdasarkan apa yang menjadi masukan, tapi kita juga akan melihat secara sainstific-nya dan hukumnya yang juga sudah berlaku sekarang," kata dia.
Terpisah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau, Tulus Abadi, menilai tidak ada perdebatan sengit dalam pembahasan pasar per pasal raperda yang dilakukan sejak Senin (23/6/2025). Namun, pembahasan dinilai menjadi antiklimaks pada Selasa.
Hal itu disebabkan masa tugas Pansus hanya sampai 30 Juni 2025. Artinya, masa kerja Pansus harus diperpanjang kembali dengan surat keputusan (SK) baru.
Menurut dia, hal itu otomatis berdampak terhadap molornya target pengesahan Raperda Kawasan Tanpa Rokok pada Juli 2025. "Tentu ini sangat mengecewakan," kata Tulus melalui keterangannya.
Ia mendorong Pansus DPRD Provinsi Jakarta dapat bekerja lebih serius dalam melakukan pembahasan. Pasalnya, keberadaan regulasi itu dinilai sangat penting untuk Jakarta.
Menurut dia, Pemprov Jakarta sangat tertinggal dibandingkan daerah lain dalam hal kawasan tanpa rokok. Padahal, secara historis, Jakarta adalah pelopor dalam kebijakan dan regulasi kawasan tanpa rokok di Indonesia.
Ia menilai, pembahasan Raperda Kawasan Tanpa Rokok sudah tertunda selama 14 tahun lamanya. Ia khawatir, lambatnya pembuatan regulasi soal kawasan tanpa rokok adalah karena adanya intervensi dari industri rokok sangat kuat.
Tulus mengingatkan, Jakarta harus menjadi contoh daerah yang patuh terhadap regulasi yang lebih tinggi, yakni Undang-Undang dan PP Kesehatan. Sebab dlm UU dan PP tentang Kesehatan, pemerintah daerah diwajibkan membuat Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok.
"Jangan sampai penundaan pembahasan Raperda Kawasan Tanpa Rokok menimbulkan kecurigaan adanya negosiasi terselubung untuk memasukkan dan atau membatalkan pasal-pasal tertentu oleh industri rokok," kata dia.