Selasa 24 Mar 2015 16:02 WIB

Pengamat: Seharusnya Menkumham Tunggu Konflik Golkar Selesai

Rep: c23/ Red: Bilal Ramadhan
Sahkan Kepengurusan Agung Laksono. (dari kiri) Menkumham Yasonna Laoly bersama Direktur Tata Negara Tehna Bana Sitepu menggelar konferensi pers di Kemenkumham, Jakarta, Selasa (10/3).
Foto: Republika/ Wihdan
Sahkan Kepengurusan Agung Laksono. (dari kiri) Menkumham Yasonna Laoly bersama Direktur Tata Negara Tehna Bana Sitepu menggelar konferensi pers di Kemenkumham, Jakarta, Selasa (10/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengamat Hukum Universitas Islam Indonesia Muzakir mengatakan sikap Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly yang mempersilahkan langkah Aburizal Bakrie (Ical) menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dinilai tidak tepat.

Sebelumnya, Ical melayangkan gugatan ke PTUN terkait Surat Keputusan (SK) yang mengesahkan kubu Agung Laksono. Menurut Ical, putusan tersebut tidak memiliki dasar hukum sekaligus bentuk keberpihakan Menkumham.

"Problem Menkumham itu terlalu interpretatif. Harusnya biarkan Golkar selesaikan konflik dulu, baru terbitkan SK, karena itu diatur Undang-Undang," kata Muzakir pada Republika, Selasa (24/3).

Kalau konflik selesai di internal partai, tambah Muzakir, landasan hukum buat SK menjadi jelas. Muzakir menjelaskan terbitnya SK yang berbuntut pengajuan gugatan Ical ke PTUN bisa meragukan kompetensi Menmkumham sendiri.

"Menkumham harusnya tahu, negara, partai politik, organisasi, yayasan, punya domain hukum sendiri-sendiri," tambahnya.

Dia menambahkan terbitnya SK juga merugikan kubu Ical. Jadi, kata Muzakir, wajar Ical mencoba untuk mengintervensi SK menkumham dengan gugatan PTUN. "Kalau Menkumham menunggu sampai konflik internal selesai, baru terbitkan SK, yang dirugikan bukan salah satu kubu, melainkan partai itu sendiri," lanjut Muzakir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement